Produk hilir batu bara, DME menjadi harapan untuk menekan impor LPG yang makin besar seiring terus meningkatnya konsumsi LPG masyarakat.(foto.doc.Pertamina)

JAKARTA – Pemerintah komitmen mendukung percepatan pengembangan Demethyl Ether (DME) sebagai hasil dari hilirisasi batu bara. Bahkan, payung hukum untuk kemudahan dalam upaya mempercepat implementasi DME yang bisa menjadi bahan bakar alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) akan diberikan.

Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan selama ini pelaku usaha menyatakan ada tantangan besar terkait keekonomian pengembangan DME. Untuk itu, jika perlu aturan baru yang memberikan insentif terhadap pelaku usaha untuk pengembangkan DME, pemerintah akan menerbitkannya.

“Tapi ini lagi-lagi keekonomian, pasti nanti (insentif) ada. Pasti akan disiapkan, pasti,” kata Ego di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Nantinya akan dilakukan pembahasan antara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) dan Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM untuk aturan tersebut.

“Saya belum mengetahui sampai dimana (pembahasannya), Direktorat Minerba atau Direktorat Migas pasti ada pengaturannya,” kata Ego.

Menurut Ego, konsumsi LPG memberikan beban terhadap keuangan negara, lantaran 70% kebutuhannya harus dipenuhi dari luar negeri alias Impor. Data PT Pertamina (Persero) menunjukkan konsumsi LPG terus meningkat setiap tahun. Disisi lain, produksi LPG dalam negeri stagnan alias tidak ada penambahan.

Sejak 2015 misalnya, dari total kebutuhan LPG 6,4 juta metrik ton (MT), domestik yang terdiri dari Pertamina dan pelaku usaha swasta hanya memasok masing-masing 0,7 juta MT dan 1,5 juta MT. Sisanya, 4,2 juta MT dipenuhi dari impor.

Setahun kemudian, konsumsi naik menjadi 6,6 juta MT dan kebutuhan tersebut yang dipasok dari Pertamina 0,8 juta MT dan swasta 1,3 juta MT. Sisanya, dipenuhi dari impor. Pada 2017, kebutuhan mencapai 7,3 juta MT yang dipenuhi dari Pertamina 0,9 juta MT dan swasta sebanyak 1 juta MT.

Tahun lalu, dari total kebutuhan mencapai 7,4 juta MT, Pertamina memasok satu juta MT, pelaku usaha swasta 1,2 juta MT dan sisanya 5,3 juta MT dipasok dari luar negeri.

“Kita impor 70% LPG, mahal kan. Subsidi sebagian besar untuk LPG, ini dream become reality (penggunaan DME),” kata Ego.

Saat ini, proyek pengembangan DME sedang diinisasi PT Bukit Asam Tbk sebagai pemasok batu bara melalui wilayah tambangnya di Peranap, Riau bekerja sama dengan Pertamina sebagai off taker yang akan menyerap DME. Serta Air Product sebagai penyedia teknologi pengolahan hilirisasi batu bara. Ketiga perusahaan akan membangun pabrik pengolahan DME di Peranap yang ditargetkan rampung pada 2023 mendatang.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah tidak menutup diri untuk memberikan berbagai kemudahan dalam bentuk insentif ke pelaku usaha, jika terbukti pengembangan DME sulit dari sisi keekonomian.

“Tapi harus melalui study yang jelas, lengkap dan serius dulu. Silahkan berikan hasil study-nya dulu,” tandas Bambang.(RI)