JAKARTA – Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang palnig jor-joran memproduksi batu bara. Tahun 2022 produksinya saja mencapai 687 juta ton, meningkat apabila dibandingkan dengan produksi batubara pada tahun 2021. Produksi batubara tahun 2022 digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebanyak 215 juta ton, salah satunya adalah sebagai pasokan untuk kebutuhan PLTU batubara, sedangkan sebagian dipasarkan ke luar negeri.

Bambang Suswantono, Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM, mengungkapkan bahwa sesuai skenario Peta jalan menuju Net Zero Emission (NZE), produksi batubara akan mengalami penurunan pada tahun 2030.

“Penurunan produksi batubara dikarenakan penurunan angka ekspor batubara, maupun kebutuhan batubara sebagai bahan baku pembangkit listrik, seiring meningkatnya bahan baku dari Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi sumber pembangkit listrik,” jelas Bambang dalam keterangannya dikutip Jumat, (29/9)

Salah satu strategi dalam pemanfaatan batu bara adalah dengan hilirisasi batu bara, yang dapat diolah menjadi produk turunan, baik sebagai bahan baku industri maupun sumber energi seperti Dimethyl Ether (DME), Methanol, Synthetic Gas, Hidrogen dan Amonia. Saat ini, beberapa industri hilir batubara telah selesai dibangun, yaitu briket batubara, pembuatan kokas, dan upgrading batubara

Guna mendukung hilirisasi batu bara tersebut, Bambang mengatakan bahwa pemerintah menyediakan tiga insentif bagi perusahaan yang berkomitmen untuk melakukan hilirisasi batu bara, yaitu dengan pengurangan tarif royalti batu bara khusus untuk gasifikasi batu bara hingga 0%, kemudian pengaturan harga batu bara khusus untuk meningkatkan nilai tambah (gasifikasi) yang dilaksanakan di mulut tambang.

“Insentif ketiga ialah masa berlaku Izin Usaha Pertambangan batu bara yang dikhususkan pada batu bara untuk gasifikasi diberikan sesuai dengan umur ekonomis industri gasifikasi batu bara,” ujar Bambang.

Insentif ini sendiri sudah digulirkan lama, tapi hingga kini dampaknya juga belum terlihat. Bahkan proyek DME yang dikerjakan BUMN papan atas macam Pertamina, PT Bukit Asam saja yang dimana insentif tersebut disiapkan untuk mendukung proyek tersebut justru batal digarap. Investor saat itu yakni Air Prodcut yang disebut memiliki teknologi terdepan dalam pengembangan DME justru memilih minggat dari proyek DME di tanah air. Hingga kini belum ada lagi terlihat proyek hilirisasi batu bara dalam skala besar. (RI)