JAKARTA – Target 23% bauran energi terbarukan pada 2025 dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), hingga akhir 2020 baru tercapai sekitar 10,5%. Untuk 5 tahun ke depan, pemerintah masih mempunyai pekerjaan rumah yang besar untuk merealisasikan target tersebut.

Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mengungkapkan bahwa salah satu kendala yang paling utama dalam pemanfaatan energi terbarukan adalah harga yang belum semuanya kompetitif karena tidak kesamaan “playing field”. Bahkan harga energi terbarukan dinilai harus maksimum 85% dari biaya pokok produksi PT PLN (Persero) yang mayoritas (90%) masih didominasi energi fosil.

“Hal ini yang selama dikeluhkan para pengembang energi terbarukan dan para investor baik dalam maupun luar negeri. Supaya ada kesamaan dalam level of playing field, maka sebagian harga energi terbarukan dihitung berdasarkan keekonomian untuk memberi daya tarik investasi dengan harapan tingkat pengembalian yang memadai,” ungkap Surya Darma, Senin (10/5).

Dia menambahkan, masalah lain yang kemudian muncul adalah kemampuan masyarakat Indonesia untuk membeli yang masih rendah. Akibatnya, pemerintah menetapkan harga beli listrik yang lebih rendah dari harga keekonomian energi.
Dalam hal ini, ada dua alternatif yang bisa ditempuh oleh pemerintah agar dapat menjaga harga energi tetap rendah yaitu dengan subsidi dan stimulasi fiskal.

Jika subsidi tidak bisa dilakukan sebagaimana yang selama ini diberikan pada Bahan Bakar Minyak (BBM), gas dan bahkan juga subsidi secara tidak langsung pada batu bara, maka peran stimulasi fiskal menjadi unsur sangat penting menjaga harga energi terbarukan akan dapat lebih rendah.

Namun, kata Surya Darma, tentu saja langkah tersebut bukan satu-satunya solusi menurunkan harga. Akan tetapi stimulus fiskal pasti akan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan solusi lainnya.

“Insentif fiskal tentu perlu didorong. Karena itu RUU ET (Rancangan UU Energi Terbarukan) yang sedang dibahas DPR seharusnya memberikan jendela yang lebih besar agar pemberian insentif fiskal ini bisa punya landasan hukum yang kuat,” kata Surya Darma.(RA)