CIKANDE – Keberpihakan terhadap industri penunjang migas harus bisa segera diwujudkan. Hingga kini keberpihakan itu dirasa masih sangat kurang sehingga berdampak pada keberlangsungan usaha penunjang migas yang sebenarnya jadi salah satu lini bisnis yang bisa gerakan ekonomi. Alhasil industri penunjang juga jadi tidak bisa menunjukkan kapasitas sehingga tidak bisa berkembang atau melakukan ekspansi bisnis.

Yon Ming, Direktur Utama PT Teknologi Rekayasa Katup (TRK), menyatakan ekspansi bisnis sebenarnya sudah disiapin manajemen sejak 2020, namun hingga kini belum terealisasi. Menurutnya pandemi bukan jadi alasan terbesar terhambatnya ekspansi melainkan lantaran faktor pasar.

“Bukan karena pandemi, tapi tidak ada permintaan dari pasar,” kata Yon saat ditemui di pabrik TRK, Banten, Jumat (29/10).

Dia menuturkan TRK sebenarnya sudah siap untuk memproduksi berbagai produk valve jenis baru yang diperuntukan untuk kegiatan migas di laut. Tapi pelaku usaha migas tidak kunjung melirik perusahaan dalam negeri tapi justru memilih produk diimpor. “Kami sebenarnya mau ambil peluang target produksi, kan pemerintah bilang akan bergerak banyak ke laut, jadi kami mau buat khusus untuk kegiatan migas di laut dalam,” ungkap Yon.

Menurut dia, dari sisi teknologi produk yang dihasilkan TRK tidak kalah dengan produk luar bahkan buatan Italia yang disebut-sebut sebagai produsen pembuat valve terbaik. TRK sudah ditunjang dengan fasilitas tes yang mumpuni untuk memgakomodasi kebutuhan konsumen.

“Kita tidak kalah dari sisi teknologi. Bisa dilihat kita punya alat pengujiannya, jadi tinggal disesuaikan butuh yang pressure tinggi atau rendah. Kita bisa buat dan sesuaikan,” ujar Yon.

Salah satu efek berganda dari industri migas dapat melalui pemakaian produk dalam negeri Indonesia. Itu sebabnya, Pemerintah Republik Indonesia diminta untuk mendorong peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor hulu dan hilir minyak dan gas bumi supaya bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap barang impor.

“Perangkat Peraturan TKDN pemerintah sangat jelas yaitu mengurangi impor. Kami berharap Pemerintah menjalankan peraturan dengan tegas, dan berikan sanksi kepada yang melanggarnya,” ungkap Yon.

Sementara itu, Agung Eka Purnawan
Manager Project Interfaces and Integration Kilang Pertamina Internasional (KPI), menyatakan jika dilihat secara langsung teknologi dalam negeri bisa bersaing dengan produk luar. Pertamina kata dia juga terus mencari produsen barang dalam negeri yang bisa memenuhi kebutuhan proyek Pertamina termasuk di kilang.

“Saya kira bagus, ini didevelop di sini barang-barangnya. Ini kita ajak semuanya tim project, pemeliharaan kilang agar lihat betul produksi penunjang migas bisa dilihat sendiri,” kata Agung.