JAKARTA– Misteri penyebab kebocoran minyak dan gas di proyek YY yang dikelola PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ) di perairan Karawang, Jawa Barat mulai terkuak. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan telah mendapatkan informasi faktor utama yang menyebabkan minyak dan gas menyembur di sumur YYA-1.

Adhi Wibowo, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan dari kesimpulan awal yang bisa ditarik adalah terjadi ledakan prematur di dalam sumur YYA-1. Ledakan ini yang jadi pemicu keluarnya gas dan minyak pada 15 Juli 2019.

“Sudah dipastikan ada ledakan prematur, yang seharusnya di 6.600 feet ini terjadi di 700 feet. Hal ini menyebabkan pipa rusak dan formasinya lapisan tanah sehingga anjungan ikut miring,” kata Adhi di Jakarta, baru-baru ini.

Adhi menjelaskan memang ada proses ledakan yang harus terjadi di dalam sumur YYA-1. Ledakan pertama sudah dilakukan untuk lapisan minyak dengan kedalaman mencapai 9.000 feet. Rencananya harus dilakukan peledakan tahap berikutnya di kedalaman 6.600 feet.

Peledakan dilakukan saat sumur sudah siap untuk memproduksi minyak dan gas dengan menggunakam Tubing Conveyed Perforation (TCP) Gun.

“Di reservoar itu ada casing tabung. Supaya minyak bisa masuk ke dalam tabung itu dibolongin atau ‘dirusaklah’ memakai TCP Gun. Perforasi lewat tubing itu, meledak membolongi casing maka minyak masuk. Tadinya direncanakan di 6.600 feet itu lapisan gas, pertama kali di 9.000 feet lapisan minyak sudah sukses, mau nembak di 6.600 ternyata entah kenapa di 700 feet meledak,” jelas Adhi.

Tim gabungan yang terdiri atas Pertamina dan tim independen serta pemerintah masih menyelidiki pemicu adanya tekanan tinggi yang tiba-tiba muncul sehingga menyebabkan ledakan terjadi di kedalaman 700 feet.

“Bisa saja trigger-nya tadi itu ada shallow gas tiba-tiba keluar. Itu yang masih kita selidiki kenapa (meledak) tapi ini jelas terjadi ledakan ini kita bilang ledakan premature. Belum final (investigasi) tapi memang terjadi (ledakan), sudah confirm diturunkan kamera,” tegas Adhi.

Menurut dia, lempengan perairan Jawa selama ini memang dikenal memiliki tekanan gas yang cukup tinggi, apalagi di blok ONWJ. Dengan demikian, tekanan gas yang tiba-tiba muncul juga bisa terjadi secara alami.

“Kadang-kadang memang ada (tekanan gas naik alami), dan di formasi di laut jawa hal itu sering tekanan-tekanan shallow gas,” kata Adhi.

Taufik Adityawarma, Direktur Operasi Pertamina Hulu Energi, mengatakan investigasi atas kasus semburan minyak di sumur YYA-1 belum selesai. Dia menilai, pernyataan pejabat eselon dua Kementerian ESDM itu merupakan analisis sementara dari tim Kementerian. “Ledakan pasti ada kan perforasi tujuannya pakai TP atau e-line,” ujar Taufik kepada Dunia-Energi.

Proyek YY merupakan salah satu proyek yang ditargetkan rampung pada 2019 dengan estimasi produksi minyak sebesar 4.065 barrel oil per day (BOPD) dan gas bumi mencapai 25,5 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Sumur YYA-1 bukan sumur baru dan pernah dibor sebelumnya. Saat terjadi kebocoran sumur belum berproduksi.

Meskipun sudah ditutup, SKK Migas telah meminta manajemen PHE untuk bisa memproduksikan cadangan di sumur YYA-1 melalui relief well yang digunakan untuk menyumbat aliran minyak dan gas yang sempet keluar. Ditargetkan sumur YY ini kembali bisa berproduksi pada akhir 2020. (RI)