JAKARTA – Pemerintah didorong untuk tetap membuka peluang perluasan insentif sektor ketenagalistrikan kepada masyarakat agar tidak hanya untuk golongan 450 VA dan 900 VA bersubsidi, tapi juga untuk golongan lainnya. Fabby Tumiwa, , Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) mengapresiasi langkah pemerintah yang memberikan insentif untuk masyarakat yang tergolong tidak mampu atau miskin. Namun harus diakui dalam kondisi saat ini peluang subsidi atau insentif tersebut tidak tepat sasaran masih terbuka. Apalagi ada juga masyarakat yang masuk golongan rentan (vulnerable group) yaitu masyarakat yang bekerja di sektor informal yang penghasilannya berkurang drastis, tetapi bukan pelanggan 450 VA dan 900 VA.

Dari beberapa data rumah tangga miskin, data kesejahteraan sosial pekerja, informasinya tidak lengkap. Padahal sektor pertanian, pedagang kecil juga terganggu dan mereka pasti terdampak. Dan masyarakat yang tidak masuk 40% itu pasti terdampak karena penghasilannya terdampak.

“Misalnya ada supir bis punya daya 1.300 VA tidak lagi mendapatkan penghasilan harian atau mingguan karena tidak lagi bekerja atau dirumahkan, tapi tidak termasuk dalam 40% pelanggan miskin dan rentan miskin,” kata Fabby di Jakarta, Kamis (16/4).

Namun demikian dia memaklumi untuk perluasan insentif tersebut perlu basis data yang valid sehingga pelaksanaan tidak bisa terburu-buru. Mekanisme pemberian insentif kepada masyarakat dengan cakupan lebih luas ini bisa dilakukan dengan berbagai variasi. Misalnya dengan memberikan diskon tarif pada periode tertentu.

“Mungkin saja pemberian bulan diskon listrik tapi bisa bantuan lain yang terintegrasi dengan indikator kemiskinan energi. Ini akses data berbasis kemiskinan kita karena energi menjadi kebutuhan vital,” kata Fabby.

Hendra Iswahyudi, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, mengatakan pada dasarnya pemerintah menerima masukan masyarakat terkait usulan perluasan insentif tarif listrik. Saat ini program insentif yang sedang berjalan juga dievaluasi dan sambil berjalan sedang dilakukan kalkulasi berapa besar kemampuan pemberian insentif tersebut.

Beberapa parameter yang menjadi pertimbangan, seperti ICP yang sekarang sedang anjlok dan kurs atau nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat.

“Jadi kita juga tetap menghitung BPP (Biaya Pokok Penyediaan), baik gas, batu bara dan lainnya. Sebenarnya menghitung BPP itu banyak parameneternya, termausk tarif adjustment yaitu inflasi batu bara, kurs dan ICP. Secara fair semua parameter kita hitung,” ungkap Hendra.

Selain ke masyarakat, pemerintah kini  tengah menghitung kemungkinan perluasan insentif bagi sektor lainnya, seperti industri dan bisnis. “Kami tetap hitung, termasuk peluasan bisnis dan industri bagaimana kalau nanti biaya beban digratiskan atau rekening minimum atau diberikan diskon 5-10% dihitung secara matang,” kata Hendra.(RI)