JAKARTA- Keputusan pemerintah mengenai siapa yang akan menjadi operator di Blok Corridor, blok gas terbesar ketiga di Indonesia masih misteri. Ketidakjelasan siapa yang bakal jadi kontraktor ladang migas tersebut kian terang seiring masuknya nama baru calon kontraktor pengelola, yaitu PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang telah terang-terangan menyatakan minatnya di Corridor.

Pemerintah menyambut minat Medco secara terbuka dengan meminta keseriusan melalui pengajuan minat secara resmi. Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengaku telah mendengar minat Medco tersebut. Namun, sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari Medco kepada SKK Migas terkait blok Corridor.

“Saya memang sudah mendengar, tapi secara informal, ya kita lihat saja ditunggu saja pernyataan formal ke SKK Migas dari Medco,” kata Dwi kepada Dunia Energi di Jakarta, Kamis (21/2).

Dwi mengatakan, hingga kini pihaknya masih mengevaluasi minat beberapa kontraktor untuk mengelola blok Corridor. Blok Corridor sendri kontraknya berlaku hingga 2023 dengan kontraktor pengelola terdiri atas ConocoPhillips sebagai operator dengan hak partisipasi 54%, Pertamina dengan hak partisipasi 10%, dan Repsol Energy yang memiliki hak partisipasi 36%.

Hilmi Panigoro, Presiden Direktur Medco, mengatakan jika kesempatan terbuka, Medco siap bersaing dengan para kontraktor eksisting yang sudah resmi menyatakan minatnya untuk mengelola Blok Corridor.

“Kalau yang lain (selain kontraktor eksisting) dikasih kesempatan ya kenapa tidak toh,” ungkap Hilmi di Jakarta, awal pekan ini.

Namun demikian, niat Medco sebenarnya masih terbentur dengan aturan main penetapan blok migas terminasi yang dianut pemerintah. Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2018 ditetapkan bahwa kontraktor lama akan diprioritaskan untuk memperpanjang kontrak. Prioritas berikutnya adalah PT Pertamina, sebagai perusahaan negara. Baru kemudian prioritas berikutnya adalah kontraktor lain yang berminat.

Hilmi juga menyadari hal tersebut dan menegaskan bahwa Medco menghormati aturan main yang berlaku di Indonesia. Tapi apabila dibuka kesempatan oleh pemerintah, Medco akan jadi perusahaan yang serius agar bisa dipilih oleh pemerintah.

“Kita harus ikut aturan lah tapi kalau misalnya sampai yang ketiga (kontraktor lain) terbuka ya kita ikut, tapi selama itu diberikan pada eksisting dan Pertamina. Ya sudah, kami tidak bisa apa-apa,” paparnya.

Blok Corridor sampai sekarang masih memiliki magnet bagi berbagai kontraktor karena memang potensi cadangannya yang besar dan merupakan penopang produksi gas nasional bersama dengan blok Tangguh di Papua dan blok Mahakam di Kalimantan Timur. Rata-rata produksi blok Corridor mencapai 840 mmscfd atau 104% dari target di APBN sebesar 810 mmscfd. (RI)