JAKARTA – Ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG sudah terjadi bertahun-tahun. Kondisi itu semakin mengkhawatirkan karena jumlahnya terus membengkak seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat ataupun faktor eksternal peningkatan harga komoditas seperti yang terjadi sekarang ini.

Diversifikasi energi yang lebih masif dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang ada di dalam negeri jadi jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mengurangi ketergantungan impor LPG tersebut.

Satya Widya Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan, ada alternatif bahan bakar pengganti LPG yang sebenarnya bisa langsung diimplementasikan di tanah air yakni dengan menggunakan jaringan gas pipa, khususnya untuk kebutuhan rumah tangga.

“Gas bisa digunakan untuk power, industri dan rumah tangga,” kata Satya, Jumat (8/4) di Jakarta.

Hampir 75% LPG yang dikosumsi merupakan LPG yang diimpor. Indonesia hanya bisa memproduksi sekitar 25% dari kebutuhan.

Satya mengungkapkan untuk mengurangi impor LPG juga bisa dilakukan dengan memproduksikan Rich Gas 500 ribu ton per tahun mulai 2022. Selain itu dengan meningkatkan produksi LPG dari pengembangan kilang minyak.

“Langkah kelima dengan mengembangkan DME & metanol dari IUP BUMN dan PKP2B perpanjangan,” jelasnya.

Selain itu ada juga kompor listrik. Jika bisa diimplementasikan dengan baik kompor listrik juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi impor LPG.

“Penggunaan kompor listrik untuk rumah tangga dengan penggunaan energi yang kompetitif dan kontinuitas suplai listrik,” ujar Satya.

Menurutnya dengan melakukan berbagai langkah pengurangan gas impor tersebut, maka Indonesia dapat menghemat anggaran sebesar US$4 miliar per tahun mulai 2021 hingga 2040. Tentu bukan jumlah sedikit dan dipastikan bisa berdampak positif terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Berdasarkan data DEN pada tahun 2030 kebutuhan LPG Indonesia sebesar 9,7 juta ton. Jika tanpa impor, maka pemenuhannya berasal dari LPG Eksisting Sebesar 1,2 juta ton, Jargas setara 1,1 juta ton, kompor listrik 2,1 juta ton, rich gas 0,5 juta ton. “LPG dari kilang 1,8 juta ton, DME dan Methanol 3 juta ton,” ungkap Satya.