JAKARTA – Implementasi Energi Baru Terbarukan (EBT) di tanah air dinilai masih belum optimal lantaran masih kalah bersaing dari sisi harga dengan energi fosil. Ini dinilai harus menjadi perhatian khusus pemerintah jika mau melakukan akselerasi pemanfaatan EBT.

Satya Widya Yudha, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan masalah harga keekonomian EBT masih terkendala, dikarenakan belum memasukan externality cost (biaya kerusakan lingkungan) di Energi Fosil. “EBT masih jauh tertinggal, walupun untuk PLTS, sekarang jauh lebih kompetitif,” kata Satya, Selasa (13/4).

Untuk itu Satya mengusulkan adanya carbon pricing untuk dibahas regulasinya yang nantinya akan membuat harga EBT lebih kompetitif.

“Dengan carbon pricing maka energi fosil bisa berbenah dengan menekan emisi karbonya melalui upgrading batu bara, menjadi batu bara ke gas juga DME (Dimethyl Eter) atau bisa juga batu bara cair, atau zero flaring di operasi migasnya,” ungkap Satya.

Tenaga matahari atau surya akan menjadi andalan baru dalam mengejar target bauran EBT

Herman Darnel Ibrahim, anggota DEN mendorong pengembangan PLTS atap (rooftop) untuk mendukung capaian bauran energi nasional, khususnya di Pulau Jawa. “Karena menurutnya hal ini tidak memerlukan penyewaan lahan karena bisa dibangun di atas atap, dan tidak memerlukan investasi bernilai besar,” kata dia.

DEN menilai pengembangan EBT tidak hanya tenaga solar (surya) dan bayu (angin) saja, namun masih ada EBT lainnya yang menurut banyak lembaga riset dari perguruan tinggi merupakan unggulan dan dapat memberikan kontribusi pada percepatan bauran EBT pada 2025, yaitu energi samudera (laut).

Dalam pengembangan EBT perlu peran pemerintah dan DPR dalam mewujudkan cita-cita bauran energi nasional, serta melibatkan keterlibatan daerah dengan kearifan lokal, seperti penggunaan panas bumi, pemanfaatan sampah untuk energi, dan mikrohidro yang langsung dibuat oleh masyarakat.

Anggota DEN lainnya, Eri Purnomohadi, mengatakan perlu komitmen bersama dalam mengakselerasi bauran enregi nasional di antaranya dengan dukungan green fund dari berbagai pihak dalam pengembangan EBT. Menurut dia, biodiesel, bioetanol masih bisa digenjot untuk memberikan sumbangsih pada bauran energi nasional.

Pemerintah juga diminta menekankan pentingnya paradigma energi sebagai modal pembangunan. Serta mendorong pemerintah daerah dapat segera menyelesaikan RUED provinsi, sehingga menjadi kebanggaan bersama dalam mengelola energi daerah.(RI)