JAKARTA – Pemerintah diminta untuk mengkaji moratorium izin ekspor nikel pig iron (NPI), pasalnya ekspor NPI yang berlangsung selama ini sangat merugikan negara.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI menilai selama ini kandungan nikel dalam NPI hanya 4%-8% dan masih banyak mineral ikutan lain yang terbawa. Dan mineral ikutan tersebut tidak dianalisis atau dikenakan royalti lagi.

Seharusnya material ikutan yang tertambang pada kegiatan operasi produksi mineral nikel terdata baik tonase, jenis, serta kadar mineral yang terkandung di dalamnya sebagai laporan konservasi mineral.

“Ekspor nikel NPI yang merupakan nikel kadar rendah seperti akal-akalan pihak tertentu untuk menyeludupkan mineral ikutan nikel. Pemerintah harus bersikap agar tidak terjadi kerugian negara yang lebih besar,” kata Mulyanto, Selasa (20/6).

Dia menjelaskan dalam setiap ton NPI yang diekspor setidaknya terdapat mineral ikutan laterit nikel dan logam tanah jarang (rare earth) seperti monasit, zirkon, xenotim. Bahkan berdasarkan hasil penelitian bijih nikel dari Sulawesi juga ditemukan Sc (Scandium), salah satu logam rare earth yang sangat mahal.

Jadi menurutnya dalam sudut pandang tertentu wajar kalau ekspor NPI menjadi semacam legalisasi penyeludupan mineral ikutan nikel. Karenanya memang sepantasnya kita stop ekspor NPI.

“Kita tutup smelter kelas dua yang menghasilkan NPI ekspor ini. Nikel ini harus dihilirisasi penuh di dalam negeri dengan nilai tambah tinggi. Bukan hilirisasi setengah hati, yang produknya barang setengah jadi,” kata Mulyanto.

Pemerintah diminta segera menetapkan nikel sebagai mineral kritis yakni mineral yang sulit untuk ditemukan, sulit diekstraksi dalam jumlah ekonomis dan sulit disubtitusi logam atau material lain. “Sehingga cadangan yang ada harus dieman-eman,” tegas Mulyanto. (RI)