JAKARTA – Kebijakan pemerintah dinilai masih belum dapat memacu pengembangan energi terbarukan,  khususnya energi surya. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Institut Ekonomi Energi dan Analisis Keuangan (IEEFA), Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara lain dalam pengembangan energi surya.

Elrika Hamdi, Energy Finance Analyst dan penulis laporan IEEFA, mengatakan perlunya peraturan baru yang mendorong investasi pengembangan energi Surya.

“Sebaiknya pemerintah melakukan lelang terbuka, yang transparan dan didesain dengan baik. Ini akan berpotensi menarik investasi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) skala besar ke Indonesia,” kata Elrika dalam acara diskusi di Jakarta,  Kamis (30/1).

Laporan IEEFA menggarisbawahi bahwa saat ini hanya 24 megawatt (MW) energi surya yang telah dipasang dan dapat dikirim ke jaringan listrik di Indonesia. Pada saat yang sama PT PLN (Persero) masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang tidak fleksibel dan berbiaya tinggi yang membebani sistem dengan tantangan pengembangan jaringan.

Menurut Elrika, peraturan saat ini mempersulit investor untuk melihat manfaat finansial dari pemasangan sistem surya atap, karena desain peraturan atap surya.

“Dengan lelang terbuka biasanya menghasilkan price discovery untuk teknologi, karena dilelang mencari harga terendah kan. Jadi IPP bisa berkompetisi. Kalau sekarang Indonesia peraturannya penunjukkan langsung,” tandas Elrika.(RA)