JAKARTA – Pemerintah harus menghadapi gugatan Uni Eropa lantaran adanya keputusan Indonesia yang menutup keran ekspor nikel berkadar rendah sejak 1 Januari 2020 lalu. Gugatan tersebut dilayangkan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan nomor register DS592.

Uni Eropa sebelumnya telah menyampaikan permohonan pada DSB-WTO untuk mengadakan konsultasi dengan Indonesia terkait larangan dan pembatasan ekspor bijih nikel, persyaratan pemurnian dan pengolahan dalam negeri, persyaratan dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, persyaratan perizinan ekspor dan skema pemberian subsidi yang dilarang.

Indonesia telah melakukan konsultasi dengan Uni Eropa pada 30 Januari-31 Januari 2020. Uni Eropa secara resmi meminta pembentukan panel pertama pada 25 Januari 2021 dan pembentuka panel kedua pada 22 Februari 2021 dengan hanya mencakup dua isu (dari semula lima isu), yakni pelarangan ekspor bijih nikel dan persyaratan pemrosesan dalam negeri karena melanggar Pasal XI (1) dari GATT 1994.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan ada lima strategi yang telah disiapkan untuk menghadapi gugatan tersebut. Pertama konsolidasi posisi Pemerintah Indonesia untuk menghadapi penanganan kasus DS592 bersama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Konsultan Hukum yang dikoordinasi oleh Kemenko Maritim dan Investasi.

Kedua, Pemerintah Indonesia telah menunjuk Lawfirm Baker McKenzie di Jenewa dan Joseph Wira Koesnaidi (JWK) di Jakarta untuk mewakili Pemerintah Indonesia dalam menghadiri sidang Dispute Settlement Body (DSB) WTO dan menyusun tanggapan atas Gugatan Uni Eropa.

“Ketiga, penyusunan statement bersama dalam menanggapi pertanyaan media dan publik terkait isu DS592, sehingga seluruh pernyataan dari Pejabat Pemerintah terkait sejalan dengan argumentasi pembelaan Indonesia,” kata Arifin di Jakarta, Senin (22/3).

Keempat, Kementerian ESDM menyiapkan data atau informasi yang relevan dan analisa seluruh aturan-aturan yang terkait untuk mendukung proses penyelesaian sengketa di Dispute Settlement Body WTO.

“Kelima,  Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan Tim tenaga ahli untuk mendukung dan menyampaikan pembelaan di sidang,” ujar Arifin.

Saat ini Indonesia dalam tahap pembentukan panel. Berdasarkan aturan WTO, penyelesaian proses panel maksimal sembilan bulan tanpa banding, atau 12 bulan dengan banding.(RI)