JAKARTA – Penyerapan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) sepanjang 2015 mencapai 87,43 juta ton atau naik hingga 14,77% dibandingkan dengan DMO pada tahun sebelumnya sebanyak 76,18 juta ton. Sebaliknya, volume ekspor hanya membukukan penjualan sebanyak 295,45 juta ton, lebih rendah 22,65% dibandingkan dengan ekspor pada 2014 sebanyak 381,97 juta ton.

Menurut Adhi Wibowo, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM, penurunan kinerja ekspor tersebut menyebabkan produksi batu bara nasional sepanjang 2015 hanya mencapai 392 juta ton atau turun 14,41% dibandingkan dengan realisasi produksi pada 2014 sebanyak 458 juta ton.

Ekspor batubara tahun lalu turun

Ekspor batubara tahun lalu turun

“Jumlah tersebut baru mencapai 92,24% dari target yang ditetapkan tahun ini sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebanyak 425 juta ton,” ujarnya.

Adhi mengatakan, pihaknya sudah memprediksikan penurunan produksi batu bara pada tahun 2015. Namun, kata dia,  realisasi produksi bulan Desember 2015 yang mencapai 39,37 juta ton menempatkan angka realisasi di atas prognosa pemerintah di kisaran 380 juta ton.

Adhi berharap tren peningkatan DMO bisa sedikit membantu produksi tahun ini yang diprediksi masih stagnan.

Demand untuk dalam negeri memang terus membaik. Permintaan dari pembangkit listrik dan industri terus meningkat,” katanya.

Sementara untuk pasar ekspor, pihaknya mengaku hanya bisa menunggu perekonimian global benar-benar pulih. Selain itu, juga berharap pasar-pasar baru bisa kembali muncul setelah Tiongkok, sebagai negara utama tujuan ekspor batu bara Indonesia, terus mengurangi impornya.

Menurut Adhi, sinyal positif sudah mulai muncul dari beberapa negara yang akan menambah porsi impor batu bara dari Indonesia.

“Filipina, Pakistan, juga Malaysia pasarnya masih bagus dan bisa terus bertambah,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, permintaan pasar India yang menjadi negara kedua tujuan ekspor masih cukup tinggi. Dia mengatakan, negara tersebut masih sangat bergantung pada Indonesia terkait pemenuhan kebutuhan steam coal.

Harga batu bara acuan (HBA) rata-rata tahun lalu tercatat senilai US$60,13 per ton atau turun 17,2% dibandingkan dengan HBA rata-rata pada 2014 yang senilai US$72,62 per ton. Jika dibandingkan dengan HBA tahunan rata-rata tertinggi yang pernah dicapai, yakni pada 2011 senilai US$118,4 per ton, maka nilainya sudah tergerus hingga 49,21%.

Tren penurunan HBA bulanan pun dperkirakan masih akan berlanjut hingga pertengahan tahun ini. Pasalnya, masih ada kelebihan pasokan batubara dunia pada awal tahun ini yang mencapai 118 juta ton. (RA)