PRODUKSI siap jual (lifting) minyak dan gas dari beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) waktu nyata (real time) tampak dalam empat panel besar yang bergantung di dinding bercat putih. Pergerakan kapal yang mengangkut minyak atau gas juga terlihat di Ruang Integrated Operation Center (IOC) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di lantai 28 Menara Mulia di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Rabu (5/2) siang tersebut. Beberapa pekerja SKK Migas berada di ruangan tersebut menjadi operator IOC.

Sebentar kemudian, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto didampingi Kepala Divisi Program dan Komunikasi Wisnu Prabawa Taher dan Specialist Komunikasi Indah Permata Sari memasuki ruangan dan menghampiri tim Dunia-Energi yang beberapa menit sebelumnya berada di ruangan tersebut.

Mengawali perbincangan kami, Dwi Soetjipto bercerita soal aktivitasnya pada Rabu pagi. Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) itu mengayuh sepeda dari kediamannya di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan ke kantor SKK Migas. Dia mengaku sedikit kecewa hari itu karena kayuhan sepedanya hanya menembus jarak 30 Kilometer (KM). Padahal normalnya, Dwi bisa mengayuh sepeda berkeliling Jakarta sejauh 43 KM.

“Tadi pagi santai-santai, biasanya 43 KM kalau hari kerja, kalau hari ini 30 KM itu Sudirman, dapat dua lap, ditambah dengan jalan Gatot Subroto, dari Semanggi. Dari rumah saya ke Sudirman di FX Plaza itu kira-kira 10 KM. Sekali putaran 10 KM. Hampir dua kali belok masuk sini (SKK Migas) ya dapat 30 KM, biasanya tiga kali Sudirmannya,” ujar Dwi seraya tersenyum.

Semangat seperti ini yang diharapkan Pak Tjip, sapaan hangat mantan Direktur Utama PT Semen Gresik itu bisa ditularkan kepada jajarannya di SKK Migas untuk mengejar mimpi dan target mencapai lifting minyak satu juta barel per hari. Ini tentu bukan perkara mudah mengingat kondisi sumur-sumur minyak di Indonesia yang sudah tidak lagi muda alias sangat tua karena sudah berproduksi rata-rata lebih dari 20 tahun.

Tapi Dwi yakin mimpi itu bukan tidak mungkin diwujudkan. Dengan strategi dan komitmen, yakin target satu juta barel per hari produksi minyak Indonesia bisa dicapai.

Selama dua jam, Dwi Soetjipto memaparkan tantangan sekaligus strategi SKK Migas dalam mewujudkan target lifting minyak sebesar 1 juta barel per hari kepada Dudi Rahman, Alfian Tandjung, Rio Indrawan, dan Alamsyah Pua Saba dari Dunia Energi. Berikut petikannya.

 

Pemerintah menargetkan pada 2030 produksi minyak bisa mencapai satu juta barel per hari. Apalagi Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan berharap produksi satu juta barel itu bisa dicapai pada 2025. Bagaimana strategi dan proragm SKK Migas untuk mencapai target tersebut dan bagaimana peluang investasi hulu migas ke depan di Indonesia?

Sesungguhnya kami melihat dari sejarah produksi dan lifting nasional itu sudah cukup panjang. Produksi minyak sejak tahun yang tertinggi pada 1991, setelah itu decline. Pada 2016 naik lagi karena masuk Banyu Urip (Blok Cepu) tapi kalau kami tidak dapatkan discovery akan sulit untuk mengangkat ini (lifting). Di sisi gas, sejak 2010 produksi yang tinggi itu terus decline lagi. Kami berharap ke depan dengan adanya empat proyek strategis nasional ada kenaikan bahkan setelah Abadi- Masela masuk kenaikannya cukup besar. Decline ini memang sangat susah kita berada di sebuah era industri yang kinerja ini tidak bisa seperti korporasi ada quick win yang bisa kami lakukan, khususnya di bidang lifting perlu waktu eksplorasi panjang kami mengacu kepada proyek Masela saja, itu cadangan ditemukan pada 2000-an sampai sekarang produksinya belum, baru PoD.

Mengingat itu maka saya pikir kami harus lihat angle lain apakah penurunan ini akan berlangsung dan hanya menerima atau ada satu angle lain yang membuat sebuah harapan masa depan. Di sanlah kami menemukan kenyataan bahwa Indonesia punya 128 cekungan dan yang dieksplorasi baru 54 cekungan dari 54 itu lalu baru 20 cekungan berproduksi ada 74 cekungan yang belum tersentuh, mengingat itu sesungguhnya masa depan masih sangat punya harapan. Jujur saja, sebelumnya memang orang masih belum ada yang “berani” dengan tegas mengatakan ada 128 cekungan dimana 74 cekungan diapa-apakan sehingga kita yang angkat di awal, dari awalnya orang belum berani angkat bahwa 128 cekungan itu sebagai isu harapan sekarang sudah banyak disebut-sebut.

Kemudian kedua dengan potensi itu dalam tahun-tahun pertama di SKK Migas, saya ajak kawan-kawan untuk berani agresif melihat potensi dan membangun mimpi yang kami sebut sebagai strong vision ke depan. Lalu kemudian kawan-kawan coba ada beberapa strategi bisa kita kembangkan dari kondisi saat ini.

Apa saja strategi yang disiapkan oleh SKK Migas?
Pertama, keep optimum, kondisi operasi yang termasuk dengan perjalanan rutin WPNB nextnya apa, kawan-kawan melakukan analisisnya ada potensi-analisis yang sebelumnya kami akan menunggu kalau KKKS usulkan, baru kami proses. Tapi kami ubah SKK Migas dengan kemampuan sumber daya manusianya mencoba menganalisis data-data yang ada apakah bisa meliaht potensi dari sudut SKK migas. Dari situ kami temukan potensi di Sanga-Sanga, Rokan dari sisi EOR, undevelop field, terus kemudian di Pertamina EP, khususnya sebagian besar di Pertmina, datang ke manajemen bilang kami melihat ini potensi. Mereka membahas, dll. Mungkin ada perbedaan, mari kita diskusikan. Ini sudah mengalir komitmen bersama dengan Pertamina dengan potensi sekian. Cukup besar, kami memang akan banyak mengandalkan dari Pertamina. Potensi ini bisa saja kalau menggunakan insentif yang ada menjadi tidak ekonomis. Di sana kita bicara, kalau begitu kami masukan strategi baru akselerasi bagaimana mengubah dari reserve menjadi produksi. Itu yang kami kelompokkan menjadi strategi kedua.

Alhamdulilah, sekarang dengan Pak Menteri ESDM dengan pemerintah ini lebih fleksibel. Ini kami sampaikan potensi ini, arahan yang kami terima kementerian akan welcome termasuk kalau perlu perubahan insentif dari PSC yang ada. Kemudian strategi ketiga EOR. Selama ini orang juga masih belum yakin, padahal ini praktik dunia penggunaan-penggunaan chemical EOR bukan sesuatu yang asing oleh karena itu ini harus kami gedor, dan kami harus meng-encourage KKKS untuk bergerak di sini meskipun harus ada insentif untuk angkat kekonomian karena awal namanya saja pakai chemical. EOR itu sudah yang tadinya susah diambil, kira-kira begini primary recovery. Kita bolongi terbuka sendiri (cadangannya) itu mungkin tidak sampai 20%, bisa diambil dari catatan cadangan, tapi kalau ada water flood steam flood baru 30% diambil. Nah, kalau ada chemical EOR 40-45%, jadi yang 15% tentu saja yang tadinya tidak bisa keluar tentu saja cost-nya lebih mahal, tidak bisa EOR turunkan cost, justru cost naik dan supaya ekonomis perlu ada insentif. Pemerintah sekarang sangat fleksibel dengan ini. Best practice di dunia harus mulai dilakukan.

Strategi besar dan untuk jangka panjang, strategi keempat adalah eksplorasi yang masif yang kita berharap dengan eskplorasi ketemu discovery seperti Banyu Urip, Masela dengan 74 area terbuka harusnya kita yakin bahwa potensi itu ada. Itu yang kemudian kenapa kita punya hitung-hitunganan kami di 2030 minyak 1 juta barel bph. Sesungguhnya Kenapa minyak? Apakah hanya minyak? Gasnya bagaimana? Justru yang akan tambah besar gasnya, gas dari sekarang sekitar 6 ribu mmscfd, nanti 2030 menjadi 12 ribu mmscfd, dua kali lipat, sedangkan minyak dari sekarang 750 ribu bph jadi 1 juta bph. Tapi orang sebutnya lifting kalau gas kurang nendang jadi isitilahnya hanya logonya saja kita pakai 1 juta bph. Nanti kalau kita bicara mengenai impor harus ada kebijakan industri, dimana industri sekarang gunakan minyak harus secepatnya pindah ke gas, yang gampang ketemu akan gas.

Dari Strategi tadi kira-kira insentif apa yang siap diberikan ke KKKS? Apakah sama atau berbeda?
Berbeda, masing-masing berbeda. Oleh karena itu nanti kita harus bekerja lebih keras supaya kita cek masing-masing wilayah kerja akan berbeda-beda. Terpenting bahwa negara akan meningkat pendapatannya dari sisi pajak dari sisi production sharing maupun tenaga kerja, dan juga tentu karena produksi meningkat dampak lain berkembangnya industri dll. KKKS tentu mengusulkan skema insentif kepada pemerintah.

Bagaimana strategi SKK Migas untuk mengakomodasi keinginan KKKS?
Kami kalkulasi tentu saja peran SKK Migas amankan kepentingan negara mana hitungan yang over cost yang ketika KKKS dan SKK Migas sudah sepakat dengan perhitungan tadi maka ini yang kita bawa ke pemerintah untuk mendapat persetujuan dengan butuh insentif. Kami berharap pemerintah berikan persetujuan. SKK Migas menjadi dari sisi awal bagaimana hitungan KKKS agar kepentingan negara optimal, ini yang akan kami bawa ke pemerintah.

Selama ini lifting WPNB kurang dari APBN. Apakah selama ini tidak ada pemangku kepentingan (KKKS, SKK Migas, Kementerian ESDM dan DPR) tidak mengkaji target lifting yang realistis?
Dalam perjalan menuyusun APBN antara Kementerian ESDM dan Kemenkeu sudah sejalan karena Kemenkeu cek ke Kementerian ESDM. Kementerian ESDM mengusulkan ke Kementerian Keuangan. Tapi biasanya dibahas DPR. DPR kan mengharapkan sesuatu tinggi sehingga berjalan seperti negosiasi padahal ini kemampuan teknis. Untuk itu dengan anggota DPR baru ini Komisi 7, Pak Sugeng (Ketua Komisi VII) sudah inisiasi kita lebih banyak FGD. Itu sudah yang pertama di bulan Desember 2019 kami bicara masih secara umum, termasuk pemahaman mengenai produksi dan lifting, seperti tahun 2019. Itu kita ada perbedaan persepsi antara parlemen dan kami yang teknis. Parlemen pegang blok Mahakam seperti proposal Pertamina awal, cukup tinggi terlihat bahwa Mahakam itu ditargetkan lifting 1.100mmscfd, padahal tahun sebelumnya 700-800 mmscfd. Jadi ada 200 mmscfd (berkurang). Ini tak jadi realisasi mendekati 800 mmscfd saja. Sekarang 2020 minyak kita masih ada gap sekitar 50 ribu bph. Di APBN targetkan 755 ribu, kemudian angka teknis KKKS usulkan cuma 673 ribu bph, kita diskusi dengan mereka bisa naik 30 ribu BPH Migas naik 705 ribu bph, kita cari lagi, ada 20 ribu bph untuk isi gap-nya. Awal 2020 ini angka yang sama-sama disetujui saat rapat komisi VII DPR itu 734 ribu bph, tapi pambahasan terakhir jadi 755 ribu bph. Baik, itu keinginan DPR untuk lebih keras,situasinya seperti itu jadi ya ok-ok saja.

Tahun lalu realisasi lifting sebesar 746 ribu bph, sesungguhnya angka teknis 730 ribu bph, tetapi karena ditargetkan 775 ribu bph, ya sudah. Kalau ga ada curtailment gas bisa saja dapat 750-an ribu bph. Tapi karena harga gas drop kita tahan produksi gas akhirnya produksi minyak berdampak, gas produksi bersamaan dengan minyak dari situ.

Bagaimana kesiapan KKKS jalankan EOR, kita lihat baru Pertamina EP rajin mengembangkan EOR. Bagaimana SKK Migas mendorong EOR untuk menggenjot produksi melalui EOR?
Pertamina EP juga masih pilot project, Tanjung Field juga pilot. hasilnya sedang dievaluasi, apakah ini ada minyak terbawa? Pasti ada, tinggal keekonomiannya insentif apa yang harus diberikan, kalau dulu bahasanya karena saya juga pernah Pertamina. Waduh kalau EOR ini pesimistis saya tahu karena memang berpikir split-split insentif eksisting, tak cocok, tapi kita membuka kita harus jalankan EOR. Insentif apa yang diberikan agar KKKS tidak dirugikan, keekonomiannya sampai tapi buat negara produksi naik. Ini arahan pemerintah saat ini seperti begini. Jadi makanya kita jalankannya juga lebih enak. Sesunggunya yang telah melakukan pilot project itu banyak, justru itu di Rokan, makanya itu EOR ya yang jadi prioritas di Rokan karena Rokan dari pilot project tinggal nanti dari uji coba –uji coba lapangan tinggal ambil, contoh full scale tapi wilayahnya terbata dulu kalau sukses baru diperluas. Ada Minas, Gemah, ini semua akan ikut sebagian besar di Rokan, 2019 sudah ngapain. Itu labtest dan stud dibutuhkan 1-4 tahun kemudian baru field test akan itu dibutuhkn 1 – 2 tahun, baru pilot project 1-2 tahun, baru kemudian PoD, FEED, FID sampai dua tahun pengadaan itu mestinya dipercepat sehingga implementasi proyek diharapkan 2-3 tahun, dari rencana-rencana itu diharapkan dari 2023 -2024 itu sudah ada yang berproduksi dari EOR. Kita sudah identifikasi dan terus akan ditambah (lapangan-lapangan)
SKK Migas meyakinkan KKKS, ada potensi dll, kalau mereka setuju silahkan PoD, mau dari lab test dulu kek karena akhirnya mereka kita harapkan usulkan PoD. Karena disini kewenangan di KKKS tapi SKK Migas harus bisa meyakinkan kepada mereka, anda punya potensi. Sekarang mindsetnya tidak hanya rayu tapi kita sampaikan kepada mereka punya tanggung jawab negara harus bisa monetisasi potensi ini. kalau tidak setuju EOR silahkan bantah (dengan data) tapi kalau setuju harus dimonetisasi

Tapi dibilang tidak ekonomis, jika tidak ekonomis usulkan mau apa, makanya sekarang dengan IOC harapannya akan bisa mendukung pekerjaan tadi. Kita tidak lagi duduk sebagai penguasa yang tentukan setuju atau tidak setuju tapi sekarang kita terjun bersama mereka mengutak-atik mencari ada potensi nah ini mindset ini kita bangun. Bahasanya gini, SKK Migas milik anda, gunakan, tapi kami juga punya tugas potensi itu milik negara harus jadikan uang. Ini yang bahasanya diharapkan membuat KKKS diharapkan lebih nyaman berkomunikasi dengan SKK Migas, dan menggunakan SKK Migas untuk mendapatkan tambahan produksi lifting migas yang lain mengenai one door service policy bersama-sama membuat transformasi SKK Migas.

Target produksi 1 juta pada 2030, sementara kalau mengandalkan giant discovery belum ada tanda-tandanya. Artinya EOR yang jadi andalan?
Dari mana datangnya 1 juta barel, yang sekarang kalau tidak ngapain-ngapain itu 20% natural decline. Tapi kan tak mungkin kalau tak bikin apapun. Kalau WPNB dijalankan baik tetap decline, 2021 mulai ada sedikit naik tapi masih tertahan lagi. Kita sebut ada pecepatan meskipun ada perubahan insentif kalau ini dilakukan maka baru kita bisa review, baru kemudian EOR kita harapkan mengangkat produksi lagi. Eksplorasi ini memang kalau belum ada tanda-tanda memang perannya banyak. Hari-hari ini jualan potensi untuk bisa eksplorasi bisa jalan dan memberikan dampak. Meskipun ini gambarnya diperbesar hasilnya dari eksplorasi, dalam jangka waktu 15 tahun ke depan yang dari giant discovery yang diharapkan, kalau tak ketemu gimana makanya ini tantangannya makanya kami jualan 10+2 work area.
Kami roadshow untuk melihat potensi giant discovery ada 10+2 wilayah, South Sumatera sudah terbukti Sakakemang itu datang dari fracture basement play, kita harapkan dari yang lain-lain, fracture basement yang tadinya 1.000 – 2.000meter ini diperdalam sampai 4.000 meter ternyata ada basement play ini bisa diambil. Yang dulu-dulu tidak ada teknlogi tapi sekarang sudah ada bisa ditembus bisa ambil potensi itu. Ada North East Java Makassar Strait tertier play katanya. Kutai Ofshore, Tarakan, kemudian ada Buton offshore, Northern Papua, Bird Body, Warin terus tambah Makassar Strait Area itu Deepwater Play, lalu Timor, Tanimbar, Semai deepwater play juga. Sekarang pemerintah sudah (terbuka ada izin) kalau dulu cari data sulit sekarang sudah ada izin untuk akses data, feenya tak mahal. Termasuk kemarin 30 ribu seismik KKP Jambi Merang berangkat dari Bangka jalan sampai nanti Papua. Dan itu yang lama sudah pernah lakukan itu jadi nanti saling cek data lama dan baru. Sebagian besar offshore, Tarakan offshore onshore.

Kalau dilihat 128 cekungan kebanyakan di daerah offshore laut dalam, butuh investasi dan teknologi lebih itu sehingga butuh investasi besar masuk ke offshore. Bagaimana strategi SKK Migas menarik investor ?
Awal-awal dulu saya bicara ke Pak Jokowi karena kita bicara investasi ini bukan hanya urusan SKK Migas, tapi urusan nasional. Ini urusan invesatasi, perpajakan, perizinan segala macam. Omnibus law yang sedang digarap ini diharapkan memecahkan handicap-handicap investasi sehingga nanti kalau handicap nonteknis terpecahkan tinggal masalah teknis. Ada masalah- masalah teknis misalnya cadangan Indonesia kecil-kecil dibandingkan wilayah lain, Afrika misalnya. Memang dunia ini tidak sendirian, Indonesia jadi portofolio dari cadangan dunia, harus saling mengintai memang, iklim invesatsi tidak hanya di SKK Migas tapi secara nasional. Kita lihat bagaimana pemerintah berusaha menghilangkan handicap investasi.

SKK Migas bicara masalah teknis dimana kemudian kami mencoba untuk transfrormasi SKK Migas mentransformasi SKK Migas dengan lima pilar. Pertama mengangkat mimpi 1 juta barel per hari sehingga kita berharap dengan adanya clear vision 1 juta barel, orang luar akan melihat, tadinya tidak menjadi titik pandang tapi begitu coba sampaikan potensi yang 128 cekungan, kita jualan 12 area tadi. Nah kita harapkan orang mulai melihat apa benar ini menarik. Sudah mulai bicara data room. Kedua, bagaimana kita bangun organisasi SKK Migas, sehingga orang akan berhubungan dengan indonesia. Untuk migas ini pintu masuk SKK Migas, kita benahi oragansiasi mindset-nya, bagaiamna kita jemput bola permudah berbagai urusan.

Ketiga, selalu isunya adalah susah pengurusan izin di SKK Migas ini kita lakukan pilar ketiga One Door Service Policy (ODSP), kalau dulu kan urusn izin ke migas ini urus intansi lainnya, KLHK juga sehingga di SKK Migas jadi panjang juga, dengan ODSP ini semuanya KKKS sudah di SKK Migas, nanti SKK Migas lihat ada empat klaster dari ratusan perizinan itu kita kelompokkan klaster-klaster jadi ada nanti ditugaskan satu orang khusus untuk urus kelompok satu jenis perizinan sehingga KKKS berpikir mudah untuk mengurus apa-apa, jangan sampai ada kesan sulit urus izin, bebaskan lahan. Tidak perlu pergi ke unit ini itu, SKK Migas kan tangannya negara kalau beruuursan dengan kementerian lain lebih mudah KKKS urus sendiri. KKKS yang penting merasakan kemudahan, saya katakan jangan sampai ada kesan sulit urus izin.
Misalnya investasi Indonesia bagian timur sulit urus lahan, itu mahal. Misalnya mahal berapa, misalnya investai kilang. Itu hampir Rp 12 triliun. Terus pembebasan lahan berapa, hampir Rp 1 triliun misalnya, jadi tak sampe 1 %kalau pembebasan lahan cuma 1% jangan sampai ini menggagalkan proyek besar. Kita harus bilang ke investor  pembebasan lahan SKK Migas yang urus. Nanti tinggal kita kerja sama dengan pemerintah daerah, itu pengalaman saya dulu di Semen Indonesia seperti itu kita kerja sama dengan pemerintah daerah tingkat II dan tingkat I untuk dapatkan lahan, kita paparkan nanti ke investor cost-nya sekian. Ini kan cuma nol koma sekian, itu mudah seharusnya, yang penting ada kepastian. Kadang-kadang mereka kan gitu, kita bicara proyek ya kalau biaya tak sampai 1% itu tidak besar. Tapi kadang-kadang mereka ada kepastian hukum enggak, saya sudah bayar, ternyata saya enggak bisa gunakan lahan juga. Itu menurut saya baik BUMN atau SKK Migas menjadi garda terdean untuk mudahkan investor.

Lalu keempat komersialisasi, kalau biasanya orang lain jualan setelah ada proyek, misalnya Abadi Masela ada produksi 9,5 juta ton produksi, SKK Migas kerja sama dengan KKKS untuk ikut pasarkan gasnya. Ketika perencanaan orang melihat potensi, misalnya Sakakemang, PoD belum ada ini tapi ada potensi sekian ini udah mulai jualan SKK Migas. Misalnya mau buat industri methanol butuh gas, ini over supply di Sumatera bagian selatan, sudah bangun di Sumsel. Jadi menciptakan industri di situ, misalnya Nunukan di Kaltara, ini gasnya untuk misalnya Badik – West Badik itu hanya empat tahun. Mana mungkin ada industri disitu, kalau mau bikin LNG kekecilan (gasnya) belum tentu ekonomis. Terus kita cari lagi Parang-Keris itu ada lagi tambahan gas, nanti kita jumlahkan total, industri akan mulai investasi kalau cukup untuk 20 tahun. Kalau ini kita kumpulkan ketemu nih kita jualan.

Kelima digitalisasi. Ini jadi kejadian ONWJ kemarin kan lalu kemudian terlambat action segala macam ini enggak boleh terjadi kita harapkan dengan IOC segala macam bisa memonitor. Tahun ini ada tambah tiga modul IOC semakin melengkapkan supaya kita bisa memonitor operasional. Ini dibawa pemikiran dari industri pabrik ada central control room. Jadi kita lihat nusantara seperti sebuah pabrik besar Tapi ini ga benar-benar baru sebenarnya BP di Papua tapi di London bisa memonitor.

Bagaimana Anda mengubah mindset di internal SKK Migas?
Yang bagus adalah kita sedang, tiap kali berubah kita sedang dalam krisis. Kalau tidak merasa krisis kita ini harus ingatkan, Eh ini kita We Are int the crisis loh. Why lifting turun gini kalau kita masih bisa tidur nyenyak ya keterlaluan. Krisis ini ada, merasakan melihat ada yang ya biasa-biasa saja, oleh karena itu mengggugah semua orang bahwa kita dalam kondisi krisis, kalau mindset krisis ini disadari baru bisa menbentuk, apa yang harus dilakukan kemana mana cerita. Sosialisasi ini harus terus mengingatkan karena memang apa yang ada dipikiran harus terus diutarakan. Saya salut juga, Sumber Daya Manusia (SDM) di SKK Migas itu 55% itu S1, lulus S2 sekitar 20-an%, S3 sekitar 5%. Nah yang lulus SMA sekitar 7%. Artinya mostly sarjana sesungguhnya kawan-kawan pendidikan formal sudah menapatkan visi berpikir yang pada level bagus, sama juga dengan Pertamina dulu tinggal menggugah saja. Kawan-kawan bergerak cepat, kalau tidak salah digitalisasi ini saja hanya 3 – 4 bulanan. Saya bilang saya tidak mau terulang lagi ONWJ kedua, ini bergerak tiga bulan. Memang sempat ditanyakan apakah 11 KKKS mewakili produksi migas nasional, memang belum makanya ini harus diteruskan minimal 20 KKKS yang mewakili 80% produksi modul ditambah tiga proyek real time, kerja SKK Migas projct base, lifting itu dampak terakhir, yang harus kita cek drill berapa target, sekarang rig berapa banyak, jadwal rig A misalnya, ini sekarang harus dikawal ketat karena sesungguhnya kalau enggak ada yang dril enggak ada yang produksi. Ini sekarang kita sadarkan bahwa pekerjaan kita kawal project. Ini harus ditingkatkan karena pengawalan di sana project management skill di SKK Migas.

Fleksibilitas kontrak migas bisa mendorong eksplrorasi lebih cepat? Apakah SKK Migas optimistis?
Menurut saya iya karena Cost Recovery dan Gross Split ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan, Cost Recovery cost-nya akan fleksibel bergantung pada risiko yang terjadi di lapangan nantinya, eksplorasi dimana seluruh risiko sudah bisa dikalkulasi sekarang, akhirnya juga sudah mau mulai saja sudah melakukan kalkulasi, dengan Cost Recovery maka orang enggak terlalu takut karena risiko ditanggung bersama dengan negara. Nah Gross Split punya keungulan ketika kontraktor pegang suatu blok saya mau yang beli mesinya terserah saya jadi dia punya otoritas, tanggung jawab maksimum effort yang dia lakukan, dengan ini dibuka (fleksibel) tidak lagi jadi masalah, jadi silahkan pilih sehingga aspek fiskal term tidak lagi jad kendala. (*)