JAKARTA – PT Adaro Energy Tbk tidak akan mengajukan penambahan produksi batu bara, meskipun kewajiban distribusi ke domestik (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 25% sudah terpenuhi. Pada 2018, target produksi Adaro sebesar 54 juta–56 juta ton.

“Membaiknya harga batu bara tidak mendorong Adaro untuk menaikkan produksi. Adaro fokus untuk menjaga cadangan batu bara dalam jangka panjang,” kata Febriati Nadira, Head of Coorporate Communication Adaro Energy di Jakarta, Senin (13/8).

Tambang batu bara Adaro di Kalimantan Selatan.(Foto.DE/Rio Indrawan)

Perusahaan pertambangan diperkenankan untuk mengajukan penambahan produksi maksimal 10% dari rencana produksi dalam periode satu tahun. Dengan catatan, kewajiban DMO telah terpenuhi. Sebagian besar DMO batu bara diperuntukan untuk penuhi kebutuhan pembangkit listrik. Pada 2018, target produksi batu bara nasional dipatok sebesar 485 juta ton dengan alokasi DMO 114 juta ton. Hingga semester I, total realisasi DMO mencapai 53 juta ton.

Febriati mengatakan strategi Adaro untuk tidak mengajukan penambahan produksi seiring rencana jangka panjang untuk mengembangkan bisnis pembangkit listrik.

Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro Energy, mengatakan fokus bisnis Adaro ke depan adalah bisnis ketenagalistrikan. Salah satu wujudnya adalah dengan merampungkan pembangunan PLTU Batang yang digarap PT Bhimasena Power Indonesia dengan kapasitas 2×1.000 megawatt (MW) dan PLTU yang digarap anak usaha lainnya, PT Tanjung Power Indonesia sebesar 2×100 MW.

Dia mengungkapkan progress pembangunan dua PLTU masih dalam progres positif dan masih sesuai jadwal yang direncanakan. “Saat ini konstruksinya telah mencapai 47% dan 94% hingga semester 1 2018 serta berencana melakukan ekspansi ke beberapa proyek pembangkit listrik batu bara,” tandas Garibaldi.(RI)