JAKARTA – Kebijakan pemerintah untuk mewajibkan PT Pertamina (Persero) untuk memprioritaskan pemanfaatan minyak bumi yang dipasok dari dalam negeri ternyata tidak serta merta bisa dilakukan oleh Pertamina. Hal ini lantaran kemampuan kilang Pertamina saat ini yang masih terbatas dalam mengolah ragam varian jenis minyak mentah.

Untuk saat ini, minyak yang diproduksikan di Indonesia memiliki kategori minyak berat (heavy), sementara kebutuhan sekarang justru cukup meningkat untuk jenis minyak medium dan ringan (light).

“Kalau dibeli heavy kebanyakan, bagian heavy kebanyakan, badan usaha (minyaknya) itu kategori heavy, kita kurang medium dan light,” kata Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina di Kantor Pusat Pertamina Jakarta, Jumat (3/5).

Menurut Fajriyah, pembelian minyak dari kontraktor tidak hanya soal harga akan tetapi juga volume. Minyak dari blok Rokan yang dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia, sebesarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah jenis heavy.

“Bukan masalah harga saja, tetapi memang dengan volume kita beli dari Rokan dari Chevron, sudah cukup, secara garis besar sudah cukup (memenuhi kebutuhan),” ujar Fajriyah.

Hingga minggu ketiga April 2019, Pertamina telah melakukan kesepakatan untuk pembelian minyak dan kondensat dalam negeri sebanyak 137 ribu barel per hari (bph) yang berasal dari 32 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Pertamina sejak Januari memang sudah membeli minyak dari Chevron berjenis Duri dan SLC dengan volume mencapai 2,5 juta barel per bulan untuk transaksi hingga Juni. Volume impor minyak mentah dan kondensat Pertamina pada periode Januari hingga April 2019 mencapai 25 juta barel atau turun 48% dibandingkan periode yang sama 2018 yang mencapai 48 juta barel.

Di sisi lain, masih butuh waktu lama pengembangan kilang Pertamina agar bisa meningkat kemampuan pengolahan minyaknya. Tercepat adalah kilang Balikpapan yang ditargetkan pengembangan tahap pertama rampung pada tahun 2023.(RI)