JAKARTA – Pemerintah hingga saat ini masih sangat optimistis untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barep per hari (BPH) pada tahun 2030. Salah satu strategi yang sudah dicanangkan adalah dengan melakukan produksi minyak lanjutan atau Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan menggunakan bahan kimia (Chemcial EOR).

Tantangan chemical EOR sampai sekarang adalah dari sisi keekonomian karena untuk imlementasikan chemcial EOR dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Salah satu penyebabnya adalah karena bahan-bahan kimia yang seluruhnya harus diimpor.

Namun ternyata industri dalam negeri sebenarnya sudah bisa memproduksi bahan kimia sebagai bahan baku untuk melakukan kegiatan EOR.

Kudus Kurniawan, Komisaris PT Luas Birus Utama, mengungkapkan bahan baku untuk menerapkan chemical EOR sebenarnya ada di Indonesia. Hanya saja sampai sekarang tidak ada permintaan bahan kimia untuk diinjeksikan ke reservoir di dalam negeri. Menurut dia baru ada dua Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memang membutuhkan bahan kimia untuk diinjeksikan ke reservoir yakni Chevron saat masih mengelola blok Rokan serta Medco. Keduanya mendapatkan pasokan bahan kimia dari luar negeri alias impor.

“Chemical EOR ada beberapa jenis sufraktan dan surfaktan polimer. Di indonesia bahan baku surfaktan itu Ethylene Oxide itu diproduksi di Merak, itu besar, tapi nggak banyak digunakan sebagai bahan baku (surfaktan) untuk di sini. Ini yang kami tawarkan supaya bisa produksikan surfaktan di sini,” ungkap Kudus saat ditemui disela perhelatan Forum Kapasitas Nasional 2021, Jumat (23/10).

Menurut Kudus, dari sisi kemampuan penyediaan bahan kimia industri di tanah air sudah cukup mumpuni. Kuncinya adalah dengan melakukan kajian agar produk kimia yang diciptakan cocok untuk reservoir yang akan diinjeksikan. “Bisa itu hanya harus dibuktikan dengan ujicoba,” ungkap dia.

Luas Biru Utama atau yang dikenal dengan Starborn Chemical sendiri kata Kudus optimistis dengan keterlibatan pemain domestik dalam proyek EOR yang ada di tanah seiring dengan target produksi minyak yang telah dipatok oleh pemerintah. Blok Rokan jadi salah satu blok yanag diprioritaskan untuk bisa dilakukan chemical EOR. Kudus menuturkan proposal untuk memasok surfaktan ke Pertamina Hulu Rokan (PHR)

“Kami sudah ajukan (proposal) mudah-mudahan bisa diterima. kita harap bisa cepat karena ada beberapa ada tahapan study yang harus dilewati, simulasi persiapan reservoir kita juga bisa lakukan itu,” jelas Kudus.

Selain proyek EOR, sebenarnya para industri kimia penunjang hulu migas juga memiliki pasar besar KKKS yang memproduksikan gas. Para pelaku usaha membutuhkan sintesa khusus yang berfungsi untuk memurnikan gas saat diproduksikan atau proses treating gas.

gas dari dalam bumi masih ada kandungan zat lain seperti H2S atau CO2 yang tidak digunakan supaya bisa dijual perlu dimurnikan melalui proses filrterisasi dan bahan kimia. Selama ini bahan kimia untuk melakukan pemurnian gas banyak diimpor. “Kami sudah mulai sintesa dan memproduksinya (bahan kimia) di Indonesia,” ungkap Kudus.

Beberapa KKKS sudah mempercayai penggunaan sintesa yang diproduksikan di dalam negeri tersebut seperti Medco, Pertamina serta Exxonmobil di blok Cepu.

“Baru-baru ini field trial di Exxonmobil. Kita sudah layani kelas internasional. baru dua haru lalu selesai uji coba dan berhasil. Kita ada keunggulan logistic management kedua mereka nggak perlu izin masuk bahan kimia terbatas tapi kita yang urus semuanya sampai hadir di KKKS terakhir yg pasti diharapkan pelaku usaha harganya lebih bersaing. jadi harga lebih murah karena harga per unit services dan layanan yang kita lakukan,” jelas Kudus.

Dengan total kapasitas produksi bahan kimia mencapai 50 ribu ton per tahun. Starborn Chemical jadi salah satu pemain utama pemasok bahan kimia dalam produksi migas. Pertamina, . “Kita sudah bisa produksi 13 ribu ton yg kita kirim pasok ke KKKS yang berkontrak dengan kita. harapan kita kerna kita under capacity mau ditingkatkan kapasitas semakin besar semakin banyak tenaga kerja yang kita serap,” jelas dia.

Sebagai pemain lokal, Kudus berharap produk kimia yang diolah Starborn Chemical bisa diterima oleh kontraktor di tanah air. Ini penting dan jadi syarat utama jika mau industri penunjang berkembang. Insentif bukanlah hal utama yang diperlukan tapi kepercayaan dari para konsumen produk maupun jasa. Untuk itu keterbukaan serta sinergi antar semua pihak diperlukan.

“Bukan insentif, tapi mau ada keinginan perusahaan-perusahaan Indonesia menggunakan produk dalam negeri kalau hanya percaya dari luar kapan bisa gunakan dalam negeri inisiatif KKKS juga penting. makanya ini nggak bisa langsung mana chemicalnya, harus joint riset, itu penting sekali,” jelas Kudus.