JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) tetap membuka opsi impor gas dalam rangka memberikan harga khusus untuk pelanggan industri, seperti yang diamanatkan  pemerintah. Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, mengatakan impor gas masih menjadi salah satu opsi atau cara yang bisa ditempuh untuk mendapatkan harga gas murah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 sebesar US$6 per MMBTU. PGN juga akan mengkaji sumber-sumber gas dari manapun yang memiliki harga kompetitif.

“Mengenai impor. Ini juga sebagai opsi, sebagai balancing apabila diperlukan harga yang jauh lebih kompetitif yang bisa diperoleh dari sources (sumber pasokan) LNG ke depan. Kami akan tetap buka peluang dan kesempatan, apabila memungkinkan melakukan impor dalam rangka memberikan harga khusus untuk sektor industri tertentu,” kata Gigih usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Kantor PGN Jakarta, Selasa (21/1).

Selain tetap membuka opsi untuk impor gas, PGN saat ini juga sedang berdiskusi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai kemampuan beli gas dari hulu, sehingga harga jual ke industri bisa sesuai dengan arahan presiden.

Berdasarkan informasi dari Kementerian ESDM, saat ini PGN diminta untuk menghitung besaran harga beli dari produsen LNG yang pas atau sesuai dengan kemampuan PGN. Jika telah didapatkan nilainya maka akan dibandingkan dengan harga jual LNG yang biasa dijual di pasar spot LNG. Apabila dari hasil hitungan PGN ternyata harga beli LNG yang disanggupi lebih rendah dari harga spot LNG, maka pemerintah bisa saja merelakan bagian dari penjualan spot LNG agar kontraktor mau menjual LNG-nya kepada PGN.

Menurut Gigih, pengurangan penerimaan negara sepenuhnya kebijakan pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). “Kami terus terang sedang diskusi juga dengan Kementerian ESDM agar bisa mencapai yang digariskan pemerintah yaitu memberikan harga ke industri US$6 per MMBTU,” katanya.

PGN menjadi salah satu aktor utama dalam penurunan harga gas karena posisinya saat ini sebagai subholding gas yang menguasai sebagian besar infrastruktur gas yang ada di tanah air. Untuk mendukung target tersebut, PGN  membutuhkan kepastian pasokan yang bisa tertuang dalam kewajiban pasokan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Ini penting karena menurut catatan PGN kebutuhan gas untuk industri domestik yang sesuai dengan Perpres 40 terdiri dari tujuh industri yakni pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca dan industri sarung tangan mencapai 320 juta kaki kubik per hari (mmscfd).

“Kami sudah hitung, yang diperlukan untuk 320 mmfscd kebutuhan gas yang bisa dipenuhi dengan harga gas khusus. Harapannya bisa dipenuhi dari DMO gas dengan harga khusus. Dengan harapannya bisa diterima di industri dengan willingness to pay dari pada kemampuan mereka untuk bayar supply gas yang dimaksud,” ungkap Gigih.

Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan evaluasi harus dilakukan di seluruh lini, termasuk industri dalam upaya penurunan harga gas. Industri di negara lain masih bisa memiliki barang dengan harga kompetitif, padahal membeli bahan baku gas dari Indonesia dengan harga yang bahkan bisa jadi lebih mahal. Ini harus menjadi bahan acuan dalam rangka meningkatkan efisiensi dari sisi industri.

“Kami berharap industri dalam negeri yang mendapatkan harga gas yang sesuai itu bisa lebih efisien karena sebagian gas masih diekspor tentunya untuk industri di negara yang impor dari kita dan industri di negara itu masih kompetitif dengan beli LNG dari kita. Seharusnya industri kita juga efisien seperti industri di negara tersebut,” kata Djoko.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM menegaskan bahwa pemerintah saat ini masih terus melakukan pemabahasan intensif untuk menurunkan harga gas mulai dari sektor hulu hingga hilir. Ia menargetkan harga gas baru untuk industri bisa ditetapkan paling tidak pada akhir Maret. “Masih terus dibahas, Maret targetnya harga gas baru,” kata Arifin.

Presiden Joko Widodo sebelumnya sempat geram lantaran harga gas untuk industri tidak juga alami penurunan sejak 2016. Jokowi meminta jajarannya untuk mengkaji tiga opsi untuk turunkan harga gas diantaranya pengurangan penerimaan negara, DMO gas serta terakhir adalah jika perlu impor gas.(RI)