JAKARTA – Pemerintah mengingatkan PT Pertamina (Persero) agar kejadian Petral Jilid II tidak akan terulang lagi melalui pembentukan trading arm baru yakni Pertamina International Marketing and Distribution (PIMD) di Singapura baru-baru ini.

“Mudah-mudahan tidak (seperti Petral), nanti kita lihat saja,” kata Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin (14/10).

Djoko mengaku belum mendapatkan detail maksud dan tujuan pembentukan trading arm tersebut. Ia pun mengaku akan meminta penjelasan Pertamina dalam waktu dekat. “Saya belum dilaporin, nanti saya lihat lagi,” tukasnya.

Lumrahnya lanjut Djoko trading arm Pertamina nantinya bisa menjual produk Pertamina yang kelebihan produksi di pasar internasional. “Kan nanti kalau kita kelebihan produksi terus misalnya di dalam negeri tidak ada yang beli kan harus di ekspor,” ujar dia.

Manajemen Pertamina sebelumnya  menegaskan PIMD berbeda dengan trading arm sebelumnya, Petral yang diduga melakukan berbagai praktek suap dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang.

PIMD diklaim disiapkan hanya untuk memasarkan produk Pertamina seperti bahan bakar kapal atau produk minyak lainnya. Namun setelah diteliti lebih lanjut PIMD ternyata juga bisa melakukan pengadaan produk minyak ataupun gas dalam bentuk LPG yang selama ini masih diimpor Pertamina.

Heru Setiawan, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina,  mengatakan PIMD berdiri sendiri, karena itu PIMD bisa mengikuti tender pengadaan minyak yang biasa dilakukan Pertamina melalui Integrated Supply Chain (ISC).

“Kalau Petral kan dia melakukan procurement untuk kebutuhan Pertamina, kalau PIMD tidak. Kalau mau masuk (pengadaan), dia harus ikutan tender yang dilakukan oleh ISC,” kata Heru.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengingatkan Pertamina bahwa governance dalam pengelolaan PIMD harus tetap diutamakan. “Perlu untuk terus dan lebih transparan.  Misalnya semua informasi terkait aktivitas dapat diakses publik dan ada pelaporan berkala kepada publik,” kata Komaidi.

Menurut Komaidi,  pada dasarnya sebuah perusahaan migas memiliki trading arm adalah hal biasa. Hanya saja harus diakui kasus Petral membuat publik juga patut merasa khawatir akan kasus serupa bisa terjadi.

“Perusahaan minyak lain juga punya hal serupa buka hal baru dan ada di tempat lain. Hanya saja pelajaran Petral membuat publik khawatir dan itu wajar,” kata Komaidi.(RI)