JAKARTA – Presiden Joko Widodo menegaskan perlu dana yang ttidak sedikit untuk meninggalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang selama ini menjadi sumber utama energi di tanah air maupun dunia.

Menurut Jokowi dalam dua tahun terakhir wacana masuk ke transisi energi ini sudah berulang kali dibahas. Teranyar adalah pembasahan tingkat tinggi disela pertemuan KTT G20 di Italia hingga konferensi iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia beberapa waktu lalu.

Dari dua kali pertemuan tersebut, kata Jokowi, belum ditemukan jurus atau seperti apa skenario khususnya negara berkembang untuk mengimplementasikan rencana tersebut.

“Tahun lalu sudah sudah masuk tema ini tapi belum ketemu jurusnya, skemanya seperti apa. Tahun ini dibicarakan lagi dan skemanya juga belum ketemu, dijanjikan US$100 miliar tapi keluarnya dari mana juga belum ketemu,” ujar Jokowi membuka kegiatan 10 Tahun Indonesia EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11).

Jokowi mengaku dunia internasional sempat mempertanyakan komitmen Indonesia menuju net zero emission pada 2060.

“Saya sendiri ditanya di G20 maupun oleh PM Boris Johnson (Perdana Menteri Inggris), menyampaikan kalau untuk net zero emission Indonesia nanti di 2060, kok enggak bisa maju? Yang lain 2050,” ujar Jokowi.

“Ya enggak apa-apa yang lain kalau ngomong saja juga bisa, saya juga bisa. Roadmap seperti apa? Peta jalan seperti apa?” ungkap dia.

Jokowi mengungkapkan, potensi energi terbarukan memang cukup besar di Indonesia. Mengingat ada banyak sumber daya alam yang bisa dijadikan air, panas bumi, bayu, panel surya, hingga biofuel.

Kendati begitu, ganjalan dalam hal pendanaan bukanlah perkara mudah. Apalagi masih banyaknya komitmen dengan banyak negara terkait PLTU. Batu bara sampai saat ini juga masih dipercaya banyak negara termasuk Indonesia sebagai bahan baku termurah untuk menghasilkan listrik yang sangat dibutuhkan. Sementara harga EBT masih mahal sehingga mengahsilkan gap yang cukup besar antara harga listrik batu bara dengan harga listrik EBT. Di situ lah peran negara maju untuk ikut turun tangan memangkas gap yang ada.

“Potensinya sangat besar sekali, tetapi kita harus ingat dan para pemimpin dunia saya sampaikan kita ini sudah lama dan sudah tanda tangan kontrak PLTU sudah jalan memakai batu bara. Pertanyaannya skenarionya seperti apa? Misal pendanaan datang, investasi datang kan harganya tetap lebih mahal dari batu bara, siapa yang bayar gap-nya?” kata Jokowi. (RI)