JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berhasil mengidentifikasi 248 inisiatif optimalisasi biaya yang akan diterapkan di tahun 2022.

Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan SKK Migas, mengatakan, target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD gas di tahun 2030 adalah masalah “deliverability” bukan “availability”. Jadi sumber daya tersedia, namun untuk dapat memproduksikannya diperlukan tingkat keekonomian yang memadai. SKK Migas kata dia siap melakukan berbagai inisiatif yang agresif, tetapi tentunya butuh dukungan dari berbagai pihak – termasuk insentif.

“Insentif dibutuhkan karena kondisi dan tren kegiatan hulu migas nasional saat ini. Mayoritas lapangan migas sudah mature, aging facilities sehingga era easy oil & gas telah berlalu. Optimalisasi biaya dapat mempertahankan tingkat keekonomian dan meningkatkan nilai aset. 248 inisiatif optimalisasi biaya adalah upaya SKK Migas dan KKKS untuk menjaga tingkat daya saing dan keekonomian industri hulu migas”, kata Benny, Kamis (16/12).

Lebih lanjut, Benny mengungkapkan tantangan optimalisasi biaya diantaranya persaingan investasi kapital makin meningkat, risiko financing meningkat. Tekanan untuk mengurangi emisi karbon, mengharuskan industri hulu migas harus melakukan adaptasi. Penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS)CCS dan CCUS menjadi keharusan yang berdampak pada peningkatan biaya.

“Terhadap potensi biaya yang akan meningkat sehubungan dengan adaptasi lingkungan industri hulu migas, maka optimalisasi biaya sudah merupakan keharusan, bukan lagi pilihan”, ujar Benny.

Taufik Aditiyawarman, Direktur Pengembangan dan Produksi Pertamina Hulu Energi (PHE), menuturkan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam penerapan efisiensi biaya yang disebut OPTIMUS (Optimization Upstream). Pertamina Hulu Energi menurut Taufik memiliki delapan pilar yakni inovasi dan standardisasi, optimalisasi operasional, sinergy and borderless operation, organisasi yang lincah dan cepat beradaptasi terhadap perubahan, optimalisasi rantai suplai, perubahan filosofi bekerja, dan akurasi anggaran.

“Implementasi program efisiensi di PHE di tahun 2021 sudah melampaui target. Kegiatan optimalisasi, awalnya ditargetkan memberikan efisiensi anggaran biaya operasi 2021 sebesar US$310 juta. Hingga Oktober 2021 program OPTIMUS telah membukukan efisiensi US$532 juta yang dihasilkan oleh semua unit bisnis yang berada di bawah naungan PHE”, ujar Taufik.

Sementara itu, Ronald Gunawan Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA), menjelaskan untuk dapat mengimplementasikan program efisiensi biaya dalam pelaksanaan kegiatan optimalisasi biaya memerlukan perubahan budaya, skill, dan sistem. “Pada dasarnya semua operator ingin efisien dan ingin bisnisnya berkelanjutan. Terkait upaya meningkatkan keekonomian, hendaknya tidak lagi dalam tataran wacana “apa” tetapi “ini yang akan dilakukan”, tegas Ronald.

Dia mengungkapkan inisiatif optimalisasi biaya digali dari berbagai aspek seperti perencanaan, operasi, dan supply chain. Dalam pelaksanaannya akan diterapkan pada berbagai kegiatan yang berpotensi memberikan efisiensi dan sinergi antar KKKS. Optimalisasi biaya dimulai saat dilakukan perencanaan antara lain dengan melakukan simplifikasi desain (fit for purpose), penerapan teknologi yang lebih cost effective, serta penggunaan kembali (refurbish) material bekas pakai. Penerapannya pada aspek operasi dilakukan dengan optimalisasi jadwal planned maintenance dan optimalisasi jadwal pengeboran. Kemudian penerapan pada aspek supply chain dilakukan antara lain pengadaan bersama antar KKKS serta pemakaian fasilitas bersama. (RI)