Blok Mahakam.

JAKARTA – Sampai sekarang masih banyak orang belum paham, mengapa sebenarnya rencana perpanjangan kontrak terhadap dua perusahaan minyak dan gas bumi (migas) Total E&P dan Inpex Petroleum diributkan. Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menjelaskannya secara gamblang.

Indikasi munculnya potensi korupsi itu, kata Marwan, terlihat dari sikap pemerintah dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik beserta jajaran Satuan Kerja Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang cenderung ingin memutuskan memperpanjang kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam, setelah habis masa berlakunya 2017 mendatang.

“Kalau Blok Migas dikembalikan kepada negara, dalam hal ini diserahkan untuk dikelola Pertamina, negara berpotensi mendapatkan pembayaran dari proses farm out paling tidak USD 2,55 miliar. Tapi kalau kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam diperpanjang, maka negara hanya mendapatkan signature bonus (bonus tandatangan) yang jumlahnya berkisar jutaan dolar saja,” kata Marwan usai memberikan klarifikasi di gedung KPK, kemarin.

KPK sendiri memanggil Marwan pada Rabu, 13 Maret 2013 untuk memberikan klarifikasi seputar laporannya ke KPK bulan lalu, tentang dugaan korupsi pada rencana perpanjangan kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam oleh pemerintah.

Dalam klarifikasinya, Marwan mengutip analisa lembaga riset global Ernst & Young (www.ey.com) yang menyebutkan, biaya akuisisi cadangan terbukti migas yang berlaku secara global pada 2011-2012 berkisar antara USD 10 per barrel-oil-equivalent (boe) hingga USD 18 per boe. Pada periode yang sama, harga pasar minyak adalah USD 80/barel. Oleh sebab itu, biaya akuisisi cadangan terbukti minyak adalah USD (10-18)/USD80 = 12,5% – 22,5% terhadap harga pasar minyak.

“Sebagai contoh, dalam rencana Pertamina mengakuisisi cadangan minyak sekitar 100 juta  barel milik ConocoPhillips di Blok 405A, Aljazair, Pertamina diperkirakan akan membayar USD 1,75 miliar, atau sekitar USD 17,5 per barel,” jelas Marwan.

Jika diasumsikan harga pasar gas hanya USD 10 per MMBtu (saat ini PLN bahkan telah membeli gas pada harga USD 12-15 per MMBtu), maka biaya akuisisi cadangan terbukti gas adalah (12,5% – 22,5%) x USD 10 per MMBtu = USD (1,25 – 2,25) per MMBtu, atau berkisar antara USD 1,25 per MMBtu hingga USD 2,25 per MMBtu.

Jika diasumsikan cadangan terbukti gas Blok Mahakam pada 2017 hanya tersisa 2 TCF (Trillion Cubic Feet) dan cadangan terbukti minyaknya 100 juta barel, serta biaya akuisisi gas dan minyak masing-masing USD 1,25 per MMBtu dan USD 10 per barel, maka biaya akuisisi 100% saham Blok Mahakam adalah USD (1,25/106 Btu x 2 x 1012  CF x 1000 Btu) + US$ (10 x 100 juta)  = USD 3,5 miliar.

“Oleh sebab itu, jika Total dan Inpex mengakuisisi 30% saham Blok Mahakam sejak 2017, maka biaya yang harus dibayar kepada negara dalam hal ini Pertamina, adalah 30% x (USD 3,5 miliar) = USD 1,05 miliar, atau sekitar USD 1 miliar!,” jelas Marwan di gedung KPK.

Negara Bisa Dapat USD 2,55 Miliar

Marwan sendiri memperkirakan, cadangan gas Blok Mahakam hingga 2017 nanti masih lebih besar dari 2 TCF. Untuk memperoleh angka yang terpercaya, ia menyarankan pemerintah menyewa konsultan seperti Wood McKenzie atau IHS Energy, untuk menghitung berapa sebenarnya cadangan migas yang tersisa di Blok Mahakam pada 2017. Namun berdasarkan informasi yang terpublikasi saat ini, diperkirakan cadangan tambahan yang tersimpan di Blok Mahakam (2P+3P) masih berkisar 4 – 6 TCF.

Jika diasumsikan cadangan gas adalah 6 TCF dan minyak 100 juta barel, maka biaya akusisi 100% cadangan gas dan minyak Blok Mahakam adalah (1,25/106 Btu x 6 x 1012  CF x 1000 Btu) + USD (10 x 100 juta)  = USD 8,5 miliar. Katakanlah Pertamina atau pemerintah hanya menjual 30% saja saham Blok Mahakam, maka potensi dana yang bisa diperoleh sekitar 30% x USD 8,5 miliar = USD 2,55 miliar.

Dana sejumlah USD 2,55 miliar hanya bisa didapatkan pemerintah, kalau kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam tidak diperpanjang. Yakni kontrak distop dan pengelolaan Blok Mahakam diserahkan 100% kepada Pertamina selaku BUMN di sektor migas.

Selanjutnya, Pertamina bisa mengundang perusahaan migas lain, termasuk Total dan Inpex jika masih ingin menjalankan usaha di Blok Mahakam, untuk farm out atau share down lewat mekanisme akuisisi saham. Misalnya saham yang akan di-share Pertamina 30%, maka Total atau Inpex harus membayar ke Pertamina sesuai harga pasar yakni USD 2,55 miliar.

Dana hasil penjualan saham di Blok Mahakam itu dapat masuk kas negara lewat mekanisme pembayaran dividen oleh Pertamina ke pemerintah. Atau pemerintah bisa menetapkan dana itu langsung masuk ke kas negara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Pertamina. “Pemegang saham Pertamina kan pemerintah, boleh dong meminta semua dana itu langsung masuk ke kas negara untuk biaya penyelenggaraan negara,” ujar Marwan.

Negara Hanya Dapat Jutaan Dolar

Tetapi sebaliknya, kata Marwan, jika pemerintah memperpanjang kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam, maka pemerintah hanya akan mendapatkan pembayaran signature bonus yang angkanya berkisar jutaan dolar saja. Demikian pula jika pemerintah memutuskan membagi saham di Blok Mahakam antara Pertamina, Total, dan Inpex, yang masuk kas negara hanya jutaan dolar.

Marwan mencontohkan dalam kasus Blok West Madura Offshore (WMO) pemerintah menolak memutus kontrak Kodeco dan menyerahkan 100% saham WMO ke Pertamina. Pemerintah justru memutuskan untuk membagi saham di WMO dengan porsi Pertamina 80% dan Kodeco 20%.

Akibatnya, perusahaan asal Korea itu hanya membayar signatory bonus USD 5 juta kepada pemerintah. Padahal kalau kontrak Kodeco di WMO tidak diperpanjang dan 100% sahamnya diserahkan ke Pertamina, maka negara berpotensi mendapatkan USD 300 juta untuk akuisisi 100% saham di blok itu. Kesimpulannya, negara akan rugi miliaran Dolar Amerika Serikat jika kontrak asing di blok-blok migas diperpanjang.

Marwan mengaku heran, hitungan seperti ini tidak pernah dibuka ke publik oleh pemerintah. Yang selalu ditonjolkan pemerintah adalah opini tentang ketidakmampuan Pertamina, yang menggiring masyarakat setuju agar kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam diperpanjang.

Padahal harus diingat, yang termasuk unsur korupsi adalah segala perbuatan yang berpotensi menimbulkan kerugian pada keuangan negara. “Saya pun tidak yakin Kementerian ESDM dan SKK Migas tidak tahu hitung-hitungan tersebut. Mereka yang duduk di sana semuanya menguasai persoalan tersebut,” tandasnya.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)