JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan tersangka baru dalam kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1. Tidak tanggung-tanggung Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Lalu bagaimana kronologis keterlibatan Sofyan Basir dalam kasus ini sampai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK?

Saut Sitomorang, Wakil Ketua KPK, menjelaskan konstruksi perkara diduga telah terjadi pada Oktober 2015. Saat itu  Direktur PT Samantaka Batubara mengirimkan surat pada PT PLN (Persero) yang pada pokoknya memohon pada PT PLN (Persero) agar memasukan proyek dimaksud ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero). Namun, permohonan itu tidak mendapat respons manajemen PLN hingga akhirnya Johanes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham BlackGold Natural Resources Limited (BNR, Ltd), mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU 1 (PLTU MT RIAU-l).

Menurut Saut, diduga telah terjadl beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu: SBF (Sofyan Basir), Eni M Saragih dan/atau Johanes Kotjo membahas proyek PLTU.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagallstnkan yang menugaskan PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK).  Saut menduga,  dalam pertemuan tersebut telah menunjuk Johanes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau 1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Kemudian, PLTU Riau 1 dengan kapasitas 2×300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik RUPTL PLN. Kemudian Johanes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

“Setelah itu diduga SFB menyuruh salah satu Direktur PT PLN (Persero) agar Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan BNR dan CHEC segera direalisasikan,” kata Saut dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/4).

Sampai dengan Juni 2018 diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu: Sofyan, Eni M. Saragih dan /atau Johanes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat, seperti Hotel, Restoran, Kantor PLN dan rumah SFB.

Dalam pertemuan tersebut dibahas sejumlah hal terkait proyek PLTU Riau-1 yang akan dlkerjakan perusahaan Johanes, diantaranya Sofyan menunjuk perusahaan Johanes untuk mengerjakan proyek PLTU Riau -1, kemudian Sofyan menyuruh salah satu Direktur di PLN untuk berhubungan dengan Eni dan Johanes, Sofyan juga menyuruh salah satu Direktur PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Johanes tentang lamanya penentuan proyek PLTU Rlau 1.

Sofyan membahas bentuk dan lama kontrak antara CHEC (Huandian) dengan perusahaan perusahaan konsorsium. Selain itu, Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dengan jatah Eni dan Idrus Marham yang baru saja divonis 3 tahun penjara.

Menurut Saut sebagai bentuk pemenuhan hak tersangka, Selasa (23/4) KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan tersangka Sofyan ke rumah tersangka.

KPK kembali mengajak semua pihak untuk menempatkan penanganan perkara ini sebagai sebuah proses hukum. Masyarakat kami harap juga dapat mengawal proses hukum ini agar dapat berlatar secara maksimal. “Oleh karena itu, kami mengingatkan pada tersangka dan saksi yang akan dipanggil agar bersikap koperatif dan membuka lnformasi yang diketahui secara benar,” kata Saut.

Sebelumnya sudah ada tiga tersangka dalam kasus suap proyek PLTU Riau 1 yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M. Saragih, mantan Menteri Sosial Idrus Marham dan bos BlackGold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.

Proyek PLTU Riau 1 merupakan salah satu dari proyek 35 ribu megawatt (MW). PLTU Riau 1 yang memiliki kapasitas 2×300 MW saat ini dihentikan sementara proses pembangunannya karena tersangkut kasus hukum ini. Proyek ini sendiri merupakan proyek penugasan anak usaha PLN, yakni PT Pembangkit Jawa-Bali (PJB) dan PT PLN Batubara. Selanjutnya PJB melakukan penunjukan langsung terhadap partner pembangunan PLTU. amantaka Batubara merupakan anak usaha Blackgold Natural Resources yang rencananya menjadi pemasok batu bara untuk proyek PLTU yang diperkirakan menelan biaya investasi sekitar US$900 juta. (RI)