JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menegaskan industri hulu migas selalu memprioritaskan alokasi gas bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri bentuk komitmen sektor ini untuk mendukung penyediaan energi dalam negeri.

Arief Setiawan Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, mengatakan realisasi pasokan gas untuk domestik dalam 5 tahun terakhir selalu berada di atas 58%.

“Sebenarnya kewajiban DMO sesuai aturan adalah 25 persen dari porsi produksi gas bumi yang menjadi bagian Kontraktor KKS. Sedangkan realisasi pasokan gas untuk domestik selalu melampaui angka tersebut,” ujar Arief, Jumat (7/1).

Menurut catatan SKK Migas, dari volume gas yang dipasok untuk domestik, penyerapan terbesar adalah sektor industri dengan porsi 28% dan sektor kelistrikan dengan porsi 20%. Di luar itu, gas bumi juga digunakan untuk kepentingan lain, misalnya untuk lifting minyak bumi atau untuk mendukung program pemerintah misalnya jaringan gas kota (Jargas) dan bahan bakar gas (BBG).

Arief menyatakan pasokan gas untuk sektor kelistrikan sangat besar, ini menunjukkan bahwa sektor kelistrikan selalu menjadi prioritas utama pasokan gas dari sektor hulu migas. “Setiap ada cadangan baru, PLN selalu kita prioritaskan untuk kita pasok sebelum kita putuskan untuk memasarkan gas ke pembeli lain,” kata Arief.

Menurut dia sebagai pembeli gas bumi, PLN juga mendapatkan keistimewaan dibandingkan pembeli lain, yaitu mendapatkan fleksibilitas untuk memanfaatkan gas dari satu sumber di hulu migas di beberapa wilayah pembangkit PLN. Fleksibilitas ini dikenal dengan istilah skema multidestinasi. Penerapan skema ini sudah diterapkan pada beberapa kontrak baik yang pembelinya langsung oleh PLN maupun badan usaha niaga lainnya.

Contoh penerapan skema multidestinasi dengan pembeli langsung PLN adalah pada kontrak suplai gas dari PHE Jambi Merang, Kangean Energy Indonesia Ltd., ConocoPhillips Grissik Ltd., dan Energi Mega Persada. Sedangkan penerapan skema multidestinasi untuk PLN yang pembelian gasnya melalui badan usaha niaga lain terdapat pada kontrak antara PHE Jambi Merang dengan PGN; ConocoPhillips Grissik Ltd dengan PGN; serta PEP Cepu dengan Pertamina.

Selain memberikan pasokan gas sesuai kontrak, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri (Permen) Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik, PLN menerima penetapan harga gas sebesar US$6 per MMBTU. Apabila harga aktual berada di atas angka tersebut, porsi penerimaan negara akan dikurangi untuk memastikan PLN tetap menerima harga gas sebesar US$6 per MMBTU dan Kontraktor KKS tetap dapat menjalankan proyek hulu migas dengan tingkat keekonomian yang layak.

Arief mengatakan perlu kerja sama produsen dan pembeli untuk memastikan pasokan gas bagi pembangkit listrik aman. “Mengingat pengembangan gas bumi membutuhkan waktu yang lama, kami sangat berharap perencanaan kebutuhan pasokan gas pembangkit listrik dapat terus dibenahi dan disempurnakan sehingga pasokan aman dan pengembangan lapangan migas juga berjalan baik,” jelas Arief.

Pasokan LNG untuk pembangkit listrik PLN sempat dipertanyakan, bahkan presiden Joko Widodo juga langsung berkomentar meminta stakeholder untuk mengamankan pasokan gas. Namun berdasarkan catatan SKK Migas justru serapan PLN justru dibawah alokasi yang sudah disiapkan. (RI)