JAKARTA – Bank Mandiri yang membentuk konsorsium bersama Bank Jawa Barat Banten (BJB) serta Bank Sulawesi Selatan Barat (Sulselbar) memberikan pinjaman untuk pembangunan smelter nikel Laterit dengan Teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) 1×72 MVA PT Ceria Metalindo Prima (CMP). Total dana yang digelontorkan dalam pinjaman tersebut mencapai US$277,69 juta.

Darmawan Junaidi, Direktur Utama Bank Mandiri menyebutkan bahwa nilai pembiayaan secara sindikasi yang diperjanjikan adalah sebesar US$277.690.000, berupa fasilitas term loan untuk mendukung pembangunan dan operasional pabrik smelter feronikel RKEF line 1 di Desa Lapaopao, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

“Pembangunan line smelter feronikel dengan kapasitas 23 ribu ton pertahun ini diharapkan akan memberikan multiplier effect dari sisi pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi dan investasi, maupun membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat di kolaka dan sulawesi tenggara, serta menjadi milestone tersendiri bagi PT CNI sebagai produsen nikel lokal yang pertama di Indonesia,” ujar Darmawan.

Sementara itu

Derian Sakmiwata, Direktur Utama PT Ceria Metalindo Prima (CMP) mengatakan bahwa PT CMP akan membangun empat line RKEF sebesar 72 MVA dengan total produksi pertahun sebesar 252 ribu ton feronikel di kadar 22%. Selain itu, juga akan dibangun pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL) dengan total produksi sebesar 103 ribu ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) pertahun dengan kandungan 39% nikel dan 4% kobalt.

“Dengan total investasi keseluruhan US$2,2 miliar, dimulai bertahap, dimulai dengan agenda hari ini. Total tenaga kerja yang akan terserap jika semua proyek berjalan adalah 5.000 orang,” jelasnya.

Derian juga berterima kasih kepada Kementerian ESDM atas seluruh dukungan, termasuk promosi melalui market sounding kepada investor dan pemberian status Proyek Strategis Nasional (PSN) dilanjutkan Objek Vital Nasional (Obvitnas) untuk proyek smelter yang tengah dikembangkan.

“Terima kasih atas dukungan Kementerian ESDM yang tidak ada hentinya membimbing kami, mulai sejak kami mendapatkan IUP, termasuk mempromosikan kami melalui program market sounding ke investor asing atau perbankan lokal, sehingga kami bisa tumbuh dan berkembang seperti sekarang ini. Kami juga diberikan kesempatan untuk mendapatkan gelar sebagai PSN dilanjutkan Obvitnas,” ungkapnya.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan Proyek fasilitas pemurnian bijih nikel ini menjadi tonggak sejarah dukungan penuh Pemerintah dan keterlibatan perbankan nasional pertama kali dalam memberikan pembiayaan smelter untuk perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Arifin mengatakan, pembangunan fasilitas hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah mineral merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

“Pemerintah maupun UU Minerba mengharuskan untuk mengolah sumber daya alam mineral kita untuk menjadi produk-produk turunan yang mempunyai nilai tambah. Selama ini memang kita kehilangan kesempatan memperoleh nilai tambah karena banyak hal, terkait dengan teknologi dan pendanaan yang tersedia. Sehingga menyebabkan selama ini kita selalu menjual material mineral sumber daya alam kita dalam bentuk mentahan,” ujar Arifin dalam keterangannya (8/4).

Menurut dia proses hilirisasi mineral telah menunjukkan satu perubahan dan memberikan nilai yang nyata. Contohnya, beberapa tahun yang lalu, pemasukan dari hasil minerba hanya jutaan dolar.

“Dan tahun lalu kita bisa tembus di atas 20 juta dolar dari hasil pengolahan ini. Ini tentu bukan akhir, namun adalah permulaan di mana kita memulai era baru, bagaimana kita bisa mengolah bahan-bahan baku kita untuk memberikan nilai tambah,” ujar Arifin.

Penyelesaian sejumlah proyek hilirisasi tengah didorong agar dapat selesai pada waktu yang ditentukan, meski saat ini masih diberikan relaksasi. Arifin pun mengapresiasi Bank Mandiri dan anggota Sindikasi Bank Nasional yang telah mendukung visi Kementerian ESDM ini.

“Inisiatif yang timbul dari Kementerian ESDM adalah bagaimana caranya mendorong proyek-proyek smelter agar segera diselesaikan. Masih ada 12 smelter lagi yang harus kita dorong. Dengan penandatanganan yang kita saksikan hari ini, kita melihat bahwa dengan kebersamaan kita, dengan keterbukaan kita, kita bisa gendong (selesaikan),” ungkap Arifin. (RI)