JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) hingga semester I 2020 mencatat laba tahun berjalan US$53,12 juta, dibanding periode yang sama tahun lalu yang rugi US$26,17 juta. Selain kenaikan pendapatan, laba Vale juga didorong keberhasilan menekan beban pokok, beban usaha dan beban lainnya.

Beban pokok Vale tercatat US$319,8 juta, naik 1,5% dibanding enam bulan pertama 2019 sebesar US$315,01 juta. Pada saat yang sama, pendapatan naik lebih dari 20%. Dengan begitu, Vale berhasil meraih laba kotor US$40,57 juta pada semester I 2020, dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencatat rugi kotor US$22,76 juta.

Pada enam bulan pertama tahun ini, Vale membukukan pendapatan US$360,37 juta, naik 23,3% dibanding periode yang sama 2019 sebesar US$292,25 juta. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis Rabu (29/7), manajemen Vale menyebutkan seluruh pendapatan berdasarkan kontrak penjualan ‘harus ambil’ jangka panjang dalam mata uang dolar Amerika Serikat.

Harga ditentukan dengan formula yang didasarkan atas harga tunai nikel di London Metal Exchange dan harga realisasi rata-rata nikel Vale Canada Limited (VCL).
VCL penyerap terbesar nikel dalam matte yang diproduksi Vale Indonesia senilai US$288,35 juta. Sisanya dijual Sumitomo Metal Mining Co.Ltd senilai US$72,01 juta. Baik VCL maupun Sumitomo Metal merupakan perusahaan yang berelasi Vale Indonesia.
Vale sampai saat ini juga masih menjalankan operasionalnya sesuai target dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2020 dengan mempertahankan angka produksi seperti 2019 yakni 71 ribu ton.

Febriany Eddy, Deputy CEO Vale Indonesia, sebelumnya memastikan Vale tetap memperhatikan kondisi aktual di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung yang belum dapat diprediksi kapan berakhirnya. Salah satunya adalah dengan menyiapkan perencanaan keberlangsungan bisnis untuk mengantisipasi dampak yang lebih serius terhadap operasional bila pandemi terjadi berkepanjangan. Perencanaan dibuat dengan mempertimbangkan juga tingkat penyebaran Covid-19, ketersediaan tenaga kerja dan faktor-faktor non-teknis lainnya.

“Perusahaan tentu akan selalu mengutamakan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan operasional,” kata Febriany.(AT)