JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Mahakam hingga Juni 2019 telah membor 52 sumur dari target 118 sumur yang akan dibor pada tahun ini di Wilayah Kerja (WK) atau Blok Mahakam. Dharmawan H Samsu, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan sejak mengelola Blok Mahakam, Pertamina menggenjot operasi untuk menahan laju penurunan produksi alamiah  yang pada 2017 telah mencapai 57%. Angka tersebut saat ini berhasil ditekan Pertamina pada level 25%.

“Kami terus melanjutkan pengeboran 118 sumur hingga akhir 2019, sehingga diharapkan in-year decline rate bisa ditahan flat. Kami juga mulai mempersiapkan pengeboran sumur eksplorasi untuk 2020,” kata Dharmawan di Jakarta, Selasa (16/7).

Dia mengatakan pada 2018, Pertamina berhasil memproduksi gas sekitar 5% di atas prediksi operator sebelumnya, PT Total E&P Indonesie. Bahkan, untuk 2019, Pertamina menargetkan produksi Mahakam lebih tinggi dari proposal operator sebelumnya.

Untuk menjaga tingkat kewajaran produksi yang telah memasuki periode penurunan alamiah sejak 2010 maka satu tahun sebelum alih kelola, Pertamina juga sempat melakukan intervensi pendanaan untuk pengeboran di 15 sumur yang diproduksikan pada 2018 . Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil evaluasi, terjadi penurunan investasi sumur pada 2016 menjadi 44 sumur dan di 2017 menjadi enam sumur.

Dharmawan menuturkan bahwa target yang telah dicanangkan cukup menantang, mengingat tingkat maturasi yang cukup tinggi dari zona produksi eksisting. “Sehingga kontribusi produksi Mahakam saat ini datang dari kantung-kantung reservoir yang lebih kecil dengan jarak antarsumur lebih dekat,’’ ujarnya.

Selain itu, menurut dia, value creation harus dilihat dari berbagai sisi, tidak hanya volume tapi juga efisiensi. Pada 2018, Pertamina berhasil menurunkan biaya cost recovery Blok Mahakam dari US$ 1.271 juta menjadi US$ 973 juta pada 2018, sehingga berimbas kepada laba. “Pengeboran di area swamp juga lebih efisien, yakni dari 11 hari menjadi hanya enam hari, sehingga biayanya juga turun,” kata Dharmawan.

Dharmawan meyakini bahwa manajemen biaya juga menjadi salah satu kunci meningkatkan hasil, di samping dibutuhkan pula terobosan berupa eksplorasi baru. “Pengalaman mengelola Blok Mahakam memberikan wawasan bahwa investasi pada masa transisi sangat penting,” ujarnya.

Dalam realisasi semester I lifting blok Mahakam rata-rata 662 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara dengan 118 ribu barel oil ekuivalen per hari (BOEPD). Padahal target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 lifting 1.100 MMSCFD. Realisasi semester I bahkan semakin menurun dibanding realisasi rata-rata sampai April lalu sebesar 667 MMSCFD. Untuk lifting minyak realisasinya 37 ribu barel per hari (bph) dari target 50.4 ribu bph.(RI)