JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan peluang investasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga 2025 bisa mencapai US$20 miliar. Peluang tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan para pelaku usaha karena sumber daya EBT sudah siap untuk bisa dimonetisasi.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan prospek untuk bisa terlibat dalam sektor EBT sangat terbuka. Pemerintah bahkan sudah menyiapkan paket kebijakan baru guna mendorong investasi EBT. “EBT hingga 2024 ada peluang investasi hampir US$20 miliar, ini bisa dimanfaatkan dan bisa dikembangkan,” kata Arifin di Jakarta, Senin (2/3).

Menurut Arifin, sektor EBT saat ini menjadi opsi pemenuhan kebutuhan sumber energi di dalam negeri. Pasalnya, peran fosil sebagai energi yang tidak dapat diperbaharui semakin lama akan menipis. “Kita patut bersyukur memiliki EBT yang sangat besar. Kalau di convert itu menghasilkan 700 GW dengan surya 300 GW,” katanya.

Pemerintah masih optimistis dalam pemenuhan target EBT yakni sebesar 23% pada 2025 dalam energy mix. Berdasarkan proyeksi Kementerian ESDM perolehan angka investasi sektor EBT yang didapat mulai 2020 sebesar US$2 miliar, menyusul kemudian 2021 senilai US$4 miliar, 2022 senilai US$5 miliar, 2023 senilai US$4 miliar dan pada 2024 senilai US$5 miliar.

Selain untuk pembangkit listrik EBT juga diperlukan dalam diversifikasi bahan bakar untuk transportasi seperti penggunaan kelapa sawit menjadi green diesel, bbm, avtur. “Upaya ini sedang kita dukung, developlent katalis sedang kita dorong, kita ujicoba di unit-unit Pertamina. Kita harapkan apabila program ini jalan BBM di desa bisa direspon oleh masyarakat di desa,” kata Arifin.

Pemerintah berkomitmen meningkatkan penambahan kapasitas pembangkit EBT hingga 9.051 megawatt (MW) dalam lima tahun, dengan rincian 687 MW (2020), meningkat ke 1.001 MW (2021), 1.922 MW (2022), 1.778 MW (2023), dan 3.664 MW pada 2024 mendatang.

Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan untuk mendorong EBT tidak hanya peran pemerintah dibutuhkan tapi juga swasta dan lapisan masyarakat.

Proses transisi dari energi fosil ke energi bersih merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan saat ini. Disamping itu, pemerintah juga harus mampu menciptakan energy security meliputi ketersediaan, keterjangkauan dan sustainability. “Beralih ke energi yang tidak merusak alam dan energi terbarukan harus dilakukan bersama-sama antara bumn dan swasta,” kata Budi.(RI)