JAKARTA – Harga minyak mentah di pasar Asia dan Amerika Serikat kembali merosot. Hal ini dipengaruhi oleh sentimen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global. Investor berharap Vladimir Putin, Presiden Rusia–salah satu negara produsen minyak terbesar di dunia–mengakhiri kesepakatan pemotongan pasokan dengan negara-negara produsen minyak dari Timur Tengah yang tergabung dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 28 sen atau 0,5% menjadi US$ 52,44 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis Brent ditutup turun US$ 10 sen atau 0,2% sehingga menetap di level US$ 62 per barel, menurut laporan Reuters, Senin (11/2).

Selama sepekan yang berakhir Jumat (8/2), harga minyak membukukan kerugian. WTI untuk pengiriman Maret turun 4,6% dan minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret turun 1,1%.

Seperti dilansir Xinhua, Senin (11/2), jumlah rig minyak AS naik tujuh minggu ini. Dengan demikian, jumlah totalnya menjadi 854. Jumlah rig pengeboran aktif di Amerika Serikat meningkat empat menjadi 1.049, atau 74 lebih banyak dari waktu yang sama tahun lalu.
Pada 4 Februari 2019, harga minyak turun karena investor terus khawatir bahwa penurunan pesanan pabrik di Amerika Serikat akan mengurangi permintaan minyak.

Permintaan untuk produk manufaktur AS turun pada November 2018 karena pesanan pabrik turun 0,6% dari bulan sebelumnya di tengah penurunan tajam dalam permintaan untuk mesin dan peralatan listrik.

Para analis menyatakan penurunan tak terduga dalam data memicu kekhawatiran investor bahwa permintaan minyak akan melemah dalam waktu dekat dan lebih lanjut berkontribusi terhadap kelebihan global.

Pada 5 Februari, harga minyak turun karena investor khawatir bahwa kekenyangan global akan dipicu oleh permintaan yang lebih lemah. WTI turun US$90 menjadi US$53,66 per barel. Sementara itu, minyak mentah Brent turun US$0,53 menjadi ditutup pada US$61,98 per barel. (RA)