JAKARTA – Pemerintah mulai khawatir dengan ketersediaan dana insentif biodiesel sawit dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) pada tahun ini menyusul pergerakan signifikan harga minyak dunia. Andriyah Feby Misna, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), mengatakan kekhawatiran terhadap ketersediaan dana insentif muncul menyusul anjloknya harga minyak dunia. Penurunan harga minyak tentu akan memicu penurunan Harga Indek Pasar (HIP) solar.

“Yang pasti ketersediaan insentif dengan gap selisih antara HIP solar dan biodiesel yang jadi membesar, juga kurs rupiah yang melemah. Ini menjadi perhatian kami,” kata Feby kepada Dunia Energi, Jumat (27/3).

Insentif biodiesel diberikan dalam rangka menudukung program campuran biodiesel dengan solar (biosolar). Insemtif diberikan karena harga biodiesel jauh lebih tinggi dari solar. Apabila harga minyak turun, otomatis harga solar turun, sementara harga biodiesel belum tentu turun. Karena itu selisih harga menjadi makin besar. Ketika selisih harga semakin besar maka insentif yang disiapkan juga besar. Sementara insentif berasal dari iuran yang jumlahnya tetap. Tahun ini iuran sawit ditetapkan sebesar US$50 per ton.

Feby berharap kondisi ini tidak berlangsung lama, agar dana insentif yang tersedia tercukupi guna kelanjutan program B30. “Apalagi pemerintah berencana untuk memulai uji coba B40 atau campuran biodiesel 40% pada tahun ini. Semoga kondisi ini hanya sesaat,” katanya.

Hingga kini Feby mengaku belum ada rencana lebih lanjut jika kondisi ini ternyata berlangsung lama. “Masih perlu dibahas oleh komite pengawas, kami masih bahas skenarionya akan seperti apa,” kata dia.

Untuk periode Maret HIP biodiesel turun Rp606 menjadi Rp8.933 per liter dari periode Februari 2020 sebesar Rp9.539 per liter. Besaran nilai tersebut belum termasuk ongkos angkut yang mengikuti ketentuan Keputusan Menteri ESDM Nomor 148 K/10/DJE/2019.

Besaran HIP BBN jenis Biodiesel tersebut akan digunakan dalam implementasi program B30 dan berlaku untuk pencampuran minyak solar baik jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu maupun Jenis Bahan Bakar Minyak Umum. Harga tersebut efektif berlaku sejak tanggal 1 Maret 2020. Perhitungan besaran tersebut didapat dari formula: HIP = (rata-rata CPO Kharisma Pemasaran Bersama (KPB) + 100 USD/ton) x 870 kg/m3 + ongkos angkut.

Harga rata-rata CPO KPB sendiri periode 15 Januari 2020 hingga 14 Februari 2020 mencapai Rp8.901/kg selisih Rp674/kg dari periode sebelumnya, yaitu Rp9.573/kg.

Di sisi lain, Sulthan Muhammad Yusa, Sekretaris BPDP-KS menjamin dana insentif yang ada masih mencukupi hingga akhir tahun. Meskipun tidak membeberkan berapa dana yang ada saat ini, Sulthan meyakini kondisi harga minyak sekarang tidak menganggu ketersediaan dana yang ada. “Ya memang menjadi concern (selisih harga makin besar), tapi saat ini Insya Allah masih mencukupi,” katanya.(RI)