JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali membangga-banggakan salah satu program diversifikasi energinya yaitu biodiesel.

Yudo Dwinanda Priaadi, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, menyatakan implementasi bodiesel di Indonesia telah berjalan selama lebih dari 17 tahun dan menjadikan Indonesia sebagai pelopor dalam pemanfaatan biodiesel, yang pada bulan Februari 2023 lalu, program mandatory campuran Biodiesel ke bahan bakar fossil telah diimplementasikan secara nasional, dengan persentase sudah mencapai 35% atau B35 dan terus akan ditingkatkan hingga mencapai B100.

Dia menyatakan sepanjang tahun 2022, program mandatori biodiesel B30 berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 27,8 juta CO2e dengan alokasi kuota biodiesel sebanyak 11 juta Kilo Liter (KL), dengan nilai ekonomi mencapai lebih dari US$10 miliar.

“Sedangkan pada tahun 2023, kuota biodiesel ditetapkan sebesar 13,15 juta kL dan diharapkan nilai manfaat dari program ini dapat mencapai lebih dari US$11,2 miliar,” kata Yudo dalam keterangannya, Rabu (11/10).

Yudo menegaskan biodiesel menawarkan sebagai campuran bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan daripada bahan bakar fosil konvensional. “Sehingga mengarah kepada pengurangan emisi gas rumah kaca dan polusi udara secara signifikan,” jelasnya.

Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai kesepakatan global yang tercantum dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) untuk mengurangi emisi GRK sebanyak 32% atau 358 juta ton CO2 dengan usaha sendiri dan sebesar 41% atau sebanyak 446 juta ton CO2 dengan bantuan dunia internasional pada tahun 2030. (RI)