JAKARTA – Persoalan pasokan gas untuk kebutuhan domestik kembali menjadi masalah. Kali ini industri smelter dikabarkan belum juga mendapatkan kepastian pasokan gas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Dunia Energi, hingga kini perusahaan tambang mineral yang sedang membangun smelter masih mencari suplai gas untuk digunakan smelternya nanti.

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) jadi salah satu raksasa tambang nikel yang kesulitan mendapat pasokan gas. Untuk diketahui saat ini Vale tengah menggarap dua proyek nikel berikut pembangunan smelternya. Dua pabrik smelter yang sedang dibangun tersebut bakal menggunanakan bahan bakar gas.

Masih menurut sumber tersebut, Vale sebenarnya sudah membuka negosiasi dengan BP untuk mendapatkan gas Tangguh, akan tetapi lagi-lagi masalah harga tidak cocok. Kini Vale beralih untuk melobi pemerintah dan berusaha mendapatkan izin impor gas, karena harga gas yang diimpor lebih murah sekitar US$2 per MMBTU ketimbang gas Tangguh.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat dikonfirmasi mengungkapkan hingga kini tidak ada perusahaan yang mengajukan izin impor kepada pemerintah. “Mana tidak ada. Belum ada yang mengajukan (impor),” kata Arifin ditemui di Kementerian ESDM akhir pekan lalu.

Sementara itu Tumbur Parlindungan, praktisi migas yang juga mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), mengungkapkan bahwa LNG yang berasal dari luar negeri memang tidak tertutup kemungkinan memiliki harga yang lebih murah ketimbang gas domestik.

“LNG dari America mungkin bisa lebih murah, karena harganya link dengan Henry hub. Seharusnya ada harga threshold dimana harga dari LNG US (Amerika Serikat) lebih murah dari LNG yang ada di Indonesia ataupun dari regional,” kata Tumbur kepada Dunia Energi, Senin (26/6).

Namun demikian menurut Tumbur harga LNG Amerika Serikat yang murah berlaku dalam masa waktu tertentu saja (seasonal). Tumbur menjelaskan harga LNG dari Amerika sangat memungkinkan lantaran kapasitas LNG yang berasal dari sana cukup besar.

“Dan mereka untuk long term contract mungkin bisa lebih murah atau LNG Canada yang lebih dekat ke Asia juga bisa murah dibandingkan yang ada di region sini,” jelas Tumbur. (RI)