JAKARTA – Keberadaan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas yang sudah terbentuk sejak tahun lalu dinilai tidak memberikan manfaat, terutama bagi industri pengguna gas bumi.

Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), mengatakan  industri hingga kini masih belum menikmati kehadiran holding migas seperti yang dijanjikan pemerintah, termasuk harga gas yang sebelumnya diproyeksi bisa turun.

“Mana belum ada, belum ada manfaat holding migas yang kami rasakan. Harga gas masih tinggi,” kata Safiun ditemui disela pelaksanaan Gas Indonesia Summit 2019 di Jakarta, Rabu (31/7).

Menurut Safiun,  ada empat industri yang seharusnya merasakan penurunan harga gas, yakni oleochemical, keramik, kaca dan industri sarung tangan. Ini berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi.

Sejauh ini baru tiga industri yang mendapatkan harga khusus sesuai Perpres, yaitu industri pupuk, petrokimia dan baja.

Safiun pesimistis berbagai upaya lain yang coba dilakukan pemerintah seperti penerapan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 58 Tahun 2017 tentang harga jual gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

Dalam aturan itu pemerintah membatasi keuntungan badan usaha pembangun pipa gas transmisi dan distribusi maksimal sebesar 7% dan Internal Rate Return (IRR) sebesar 11%.

“Sampai sekarang saja perintah presiden itu (Perpres) belum dilaksanakan,” tandas Safiun.(RI)