JAKARTA – Sejumlah faktor negatif dinilai dapat menarik mundur perkembangan energi baru terbarukan (EBT). Salah satu faktor adalah pertumbuhan ekonomi yang melambat dan pertumbuhan permintaan listrik yang melemah.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Indonesia Essential Services Reform (IESR), mengatakan faktor lain yang dapat memicu kemunduran perkembangan energi terbarukan adalah Feed in Tariff (FiT) yang  tidak sesuai dengan ekspektasi pengembang/investor (IRR ~11%-14%).

“Eksekusi FiT yang tidak mulus dan penentuan kuota kapasitas energi terbarukan terlalu rendah. Serta proses pengadaan pembangkit di PT PLN (Persero) yang tidak jelas dan tidak transparan,” kata Fabby, baru-baru ini.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan nilai investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar US$ 17,93 miliar untuk periode lima tahun kedepan. Nilai investasi tersebut diharapkan mampu menambah kapasitas pembangkit EBT sebesar 9.051 megawatt (MW). Secara rinci prospek pengembangan pembangkit EBT pada tahun 2020 adalah sebesar 687 MW, tahun 2021 sebesar 1.001 MW, tahun 2022 sebesar 1.922 MW, tahun 2023 sebesar 1.778 MW dan tahun 2024 sebesar 3.664 MW.

“Over-supply kapasitas pembangkit PLN, dan kondisi finansial PLN serta tarif listrik yang tidak mencerminkan keekonomian juga menjadi faktor yang dapat menarik mundur perkembangan energi terbarukan,” tandas Fabby.(RA)