JAKARTA – Lebih dari 10 perusahaan masuk dalam daftar perusahaan yang dinyatakan tidak memenuhi kewajiban menyalurkan batu bara ke dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 K/30/MEM/2018 menetapkan perusahaan-perusahaan tersebut akan dibatasi produksi pada 2019. Namun pembatasan tidak sebesar empat kali realisasi seperti yang diatur dalam beleid tersebut.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, mengatakan kuota DMO ditetapkan 25% dari rencana produksi masing-masing perusahaan.

Dari hasil evaluasi, ditemukan perusahaan yang sama sekali tidak mengalokasikan produksi batu baranya untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, ada yang sudah mengalokasikan, namun hanya berkisar 10%-15%.

Sanksi nantinya berupa pembatasan produksi dan akan diberikan bervariasi. Pasalnya, ada sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan, seperti aspek sosial dan tenaga kerja.

“Produksi yang diizinkan tidak sesuai permohonan mereka. Ada yang setengah, ada yang seperempat (dari permohonan). Ini jadi pelajaran bahwa kami tidak main-main dengan DMO,” kata Bambang dalam konferensi pers di Ditjen Minerba Kementerian ESDM Jakarta, Rabu (9/1).

Meski sudah memberikan sanksi berupa pembatasan produksi, bukan berarti produksi tahun ini akan menurun. Pemerintah juga memberikan bonus berupa izin produksi yang melebihi pengajuan para pelaku usaha. Ini diberikan khusus bagi perusahaan yang telah mencapai DMO.

Bambang menegaskan, penambahan kuota produksi tersebut harus sesuai dengan studi kelayakan (feasibility study) dan analisis dampak lingkungan (amdal).

“Ada yang kami berikan 140% dari produksi 2018 karena DMO lebih dari 25%. Ada juga 100% saja dari produksi 2018,” kata dia.

Bambang memperkirakan target produksi batu bara tahun ini sekitar 528 juta ton. Jumlah tersebut kurang lebih sama dengan realisasi produksi 2018. Dari target tersebut sekitar 20%-25% merupakan jatah DMO yang wajib didistrubusikan ke pembangkit listrik maupunĀ  industri lain seperti semen, pupuk dan lain-lain.

“Produksi tahun ini relatif hampir mirip tahun kemarin karena yang produksi IUP daerah,” kata dia.

Sayang Bambang belum mau membeberkan perusahaan mana saja yang diberikan kuota berlebih. Pemerintah saat ini masih memfinalisasi pembahasan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). “Target produksi belum, masih dibahas RKAB, Januari ini selesai,” tegas Bambang.(RI)