JAKARTA – Setelah lima tahun, pemerintah akhirnya memberikan lampu hijau pengaktifan lagi tariff adjusment listrik yang akan mulai berlaku pada 1 Juli 2022 mendatang. Tariff adjusment akan menyasar lima pelanggan diantaranya golongan pelanggan Rumah Tangga berdaya mulai 3.500 VA ke atas (R2 dan R3) dan golongan Pemerintah (P1, P2, dan P3) yang jumlahnya sekitar 2,5 juta atau 3% dari total pelanggan PT PLN (Persero).

Rida Mulyana, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menceritakan pembahasan penyesuaian tarif melibatkan beberapa kementerian yang diawasi langsung oleh Kantor Sekretariat Presiden (KSP).

Kementerian ESDM sendiri kata Rida sudah menyiapkan enam skenario langsung dalam rangka pengaktifan lagi tariff adjusment. “Ada kenario drastis, apapun yang terjadi jebret naik semua. Tapi ada juga yang naiknya bertahap. Lalu ada juga berdasarkan segmentasinya saja. Beberapa sektor saja, dan juga kapan mulai pemberlakuannya,” cerita Rida disela konferensi pers kenaikan tarif listrik di kantor Kementerian ESDM, Senin (13/6).

Selain itu, menurut Rida pemberlakuan tariff adjusment direalisasikan juga menjadi pembahasan utama di parlemen baik di Komisi VII maupun di badan anggaran DPR yang meminta agar penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran dihindari. “Suasana kondisi global juga. Kita sebagai bagian masyarakat global tidak bisa hindari itu. Terutama di energi gas bumi, maka kita juga masih tergantung terhadap gas dan minyak yang harganya nggak bisa dikontrol, makanya kita sharing burden. Nggak semua bisa dihandle APBN,” ungkap Rida.

Dalam memilihi golongan mana yang akan dikenakan tariff adjusment juga jadi pembahasan tersendiri di pemerintah. Rida menceritakan golongan bisnis tidak termasuk dalam golongan yang dikenakan tariff adjusment. Menurutnya jika dilihat mall memang cukup ramai tapi setelah dilakukan survey lebih lanjut ternyata ramainya mall tidak dibarengi dengan transaksi jual beli. Sehingga menurut pemerintah golongan bisnis masih perlu untuk terus tumbuh pasca dihantam pandemi COVID-19.

Untuk itu pemerintah lebih memilih untuk golongan R2 dan R3 atau rumah tangga mewah yang dikenakan tariff adjusment serta golongan kantor-kantor pemerintahan.

“Jadi seperti itu dinamika seperti itu serunya.Tapi kebijakan nggak nengok dulu sektor bisnis dan industri. Contohnya, mall sudah ramai. Tapi kita survey juga, ramainya juga berkunjung aja, nggak belanja. Ini jadi pertimbangan kita, sektor bisnis dan industri belum sepenuhnya recover. Pemerintah berikan contoh, pemerintah juga kok kami naik (golongan P2,P2 dan P3). Bayarnya pakai APBN dan APBD,” tegas Rida. (RI)