JAKARTA – Pemerintah mempercepat penyusunan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 atau UU Mineral dan Batubara (Minerba). Padahal saat ini UU terbaru itu tengah digugat secara uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan tiga PP bisa rampung pada tahun ini.

Irwandy Arief, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba,  menegaskan tiga PP yang sedang dibahas pemerintah ditargetkan selesai paling lambat Desember 2020.

Penyusunan aturan pelaksanaan dipatok selesai enam bulan setelah UU Minerba baru diterbitkan. UU Nomor 3 Tahun 2020 disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 12 Mei 2020. Lalu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juni 2020, dan diundangkan di hari yang sama oleh Kementerian Hukum dan HAM.

“Disusun dalam tiga PP, target pemerintah akan selesai Desember, paling lambat enam bulan,” kata Irwandy dalam diskusi virtual, Selasa (21/7).

Irwandy menjelaskan ada empat isu utama yang bakal diatur dalam tiga PP tersebut. Pertama, tata kelola pertambangan nasional yang di dalamnya membahas pendelegasian kewenangan perizinan pertambangan ke daerah, konsep wilayah hukum pertambangan dan peningkatan eksplorasi dan dana ketahanan cadangan.

Secara khusus, Irwandy mengatakan dengan UU Minerba baru maka kewenangan perizinan ditarik dari pemerintah provinsi ke pemerintah pusat.

Menurut Irwandy, kewenangan perizinan yang dapat didelegasikan paling tidak untuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pengusahaan Batuan (SIPB). Pendelegasian kewenangan tersebut sah secara legal sesuai dengan aturan perundang-undangan.

“Apakah ada tambahan lagi yang bisa didelegasikan ke daerah? sampai sekarang belum final. Pak Menteri (ESDM) masih menunggu kerja tim, apakah IPR dan SIPB atau ada yang lain, yang didelegasikan ke Pemprov,” ungkap dia.

Untuk poin kedua yakni isu keberpihakan pada kepentingan nasional misalnya ada aturan tentang divestasi saham 51%, konsistensi kebijakan peningkatan nilai tambah, serta pengendalian produksi dan penjualan.

Poin divestasi sendiri dikhawatirkan menjadi boomerang bagi investasi ke depannya. Karena turuemt dikhawatirkan akan ganggu iklim investasi dari luar negeri. Ini juga jadi poin yang dibahas alot dengan parlemen jelang pengesahan UU Minerba.

Tapi pemerintah kata Irwandy tetap harus menjalankannya dengan mengatur waktu proses divestasi setelah periode pengembalian modal (payback period) sehingga tidak merugikan investor.

“Di PP ini diatur mulainya divestasi setelah payback period. Itu sedang diatur, belum selesai,” ujar dia.

Selanjutnya PP yang sedang disusun nanti diharapkan bisa menjawab isu kepastian hukum dan kemudahan investasi. Di dalamnya antara lain mengatur perpanjangan kontrak menjadi IUPK dengan persyaratan yang ketat dan tidak otomatis, penyederhanaan perizinan seperti penggabungan IUP Eksplorasi dengan IUP Operasi Produksi serta pemberian insentif non-fiskal bagi perusahaan yang melakukan hilirisasi.

Lalu poin yang tidak kalah penting adalah pengelolaan lingkungan hidup. PP akan mengatur kewajiban reklamasi dan pasca tambang agar memiliki tingkat keberhasilan 100%, ketentuan perimbangan antara lahan yang sudah dibuka dengan yang sudah direklamasi, serta sanksi pidana khusus bagi yang tidak melakukan reklamasi dan pasca tambang.

Selain itu sebenarnya ada satu lagi poin yang dinantikan dari aturan turunan UU Minerba yakni tentang aturan main perpajakan yang dikenakan kepada para pelaku usaha.

Irwandy memang tidak membeberkan progress maupun substansi terkait PP perpajakan untuk pertambangan batu bara. Namun menurutnya, UU Minerba baru ini bakal mengatur penerimaan negara yang lebih baik dari PKPK2B, KK, maupun IUPK.

Poin yang paling menonjol ialah kenaikan tarif royalti dari PKP2B eksisting saat telah diperpanjang izinnya dan berubah status menjadi IUPK OP. Jika pada PKP2B saat ini ditetapkan sebesar 13,5% setelah menjadi IUPK OP pemerintah mengusulkan agar naik menjadi 15%.

Sementara itu, Hendra Sinadia Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), menyatakan UU No. 3 Tahun 2020 diharapkan bisa memberikan sentimen positif terhadap industri pertambangan di tengah pandemi covid-19. Hanya saja, itu juga tergantung dari PP yang sedang dinantikan.

Apalagi tidak ada jaminan PP akan membuat perusahaan batu bara bertahan di tengah tekanan harga dan kondisi pasar pada kondisi covid-19 seperti sekarang.

Selain ketiga PP yang menjadi aturan turunan dari UU Minerba baru itu.

Menurut Hendra, PP yang paling mendesak adalah PP yang mengatur perlakuan perpajakan terhadap perusahaan tambang batu bara.

“PP tentang perpajakan, ini lah yang paling urgent, yang kita harapkan dalam 1-2 bulan ke depan,” kata Hendra.(RI)