JAKARTA – Kebutuhan dana pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan masih cukup besar dan tidak bisa ditanggung oleh investasi mandiri PT PLN (Persero). Manajemen PLN sendiri sudah mengajukan tambahan modal kepada pemerintah jumlahnya mencapai Rp18 triliun. Pemerintah sendiri memutuskan tidak akan menggelontorkan dana sekaligus.

Evy Haryadi, Direktur Perencanaan Korporat PLN, menjelaskan salah satu target utama Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah pemerataan akses listrik masyarakat. Kebutuhan dana memang tidak sedikit lantaran kondisi geografi sebagai karakteristik Indonesia yang membutuhkan infrastruktur.

Berdasarkan data yang ada saat ini 4.700 desa di 3T belum terlistriki. Rasio desa 90,78%. Beberapa wilayah masih di bawah 80%. Kalimantan, Maluku dan Papua misalnya masih di bawah 80%.

“Persoalan isolated dan terpencil. Dengan lokasi yang tersebar demikian, itu kalau dirata rata melistriki per RT itu Rp25-Rp45 juta per pelanggan. Ini butuh support dari pemerintah. Untuk itulah PMN hadir,” ungkap Evy di Jakartaa, Senin (20/6).

Pemerintah kata Evy sudah menyatakan kesiapannya untuk menggelontorkan PMN, namun dibagi menjadi dua tahun anggaran yakni tahun 2023 dan 2024. Tahun depan sendiri akan dikucurkan PMN Rp10 triliun dan sisanya Rp8 triliun akan digelontorkan tahun 2024.

Beberapa kebutuhan mendesak tahun ini misalnya pembangkit listrik EBT. Kemudian untuk pengembangan infrastruktur jaringan distribusi di wilayah Jawa Madura Bali (Jamali), Sumatera Kalimantan (Sumkal), serta wilayah Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara (Sumapalna). “2023 Rp1,7 triliun untuk pembangkitan EBT untik listrik desa. Rp3,8 triliun transmisi dan distribusinya ke desa. Rp4,5 triliun untuk jaringan distribusi. Rp2 triliun Jamali. Sumkal Rp4,5 triliun. Sumalpana Rp3,5 triliun. Jadi itu alokasinya di regional dan dalam bentuk proyeknya,” kata Evy. (RI)