JAKARTA – Pemerintah resmi menerapkan kewajiban penyaluran batu bara ke dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 25% dari produksi dengan harga jual ke pembangkit listrik sebesar US$70 per ton. Ketetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 261 K/30/MEM/2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri Tahun 2020.

Tidak banyak yang berubah dalam aturan DMO batu bara pada 2020, karena hanya melanjutkan aturan main pada periode sebelumnya. Hanya saja ada satu ketentuan penerapan sanksi terkait perusahaan yang tidak memenuhi kuota DMO, yakni kewajiban membayar kompensasi.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama (KLIK) Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah telah menyiapkan sanksi tegas kepada para pemegang izin usaha yang mangkir dari kewajiban DMO. “Kalau beleid sebelumnya hanya pemotongan kuota produksi di tahun berikutnya, kali ini berupa kewajiban membayar kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan,” kata Agung di Jakarta, Selasa (7/1).

Lebih lanjut Agung menjelaskan bahwa harga batu bara untuk pembangkit merupakan harga titik serah penjualan secara Free on Board (FoB) di atas kapal pengangkut dan menjadi batasan harga tertinggi jika Harga Batubara Acuan (HBA) melampaui harga tersebut.

Pemerintah telah menentukan penjualan batu bara didasarkan atas spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8% , Total Sulphur 0,8%  dan Ash 15%.

Adapun syarat yang harus dipenuhi bagi badan usaha penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum wajib memenuhi kontrak yang telah disepakati dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Serta membuat perencanaan pemenuhan kebutuhan batu bara tahun berikutnya dengan mengutamakan mekanisme kontrak jangka panjang. “Komitmen pemerintah tetap melanjutkan kebijakan DMO didasari atas pertimbangan kebutuhan dalam negeri dan keberlanjutan usaha,” kata Agung.(RI)