JAKARTA – PT Asmin Koalindo Tuhup, perusahaan tambang batu bara anak usaha PT Borneo Lumbung Energy and Metal Tbk kembali harus menelan pil pahit lantaran banding yang diajukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dikabulkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta. Dengan begitu, Asmin tetap diterminasi atau diputus kontraknya oleh pemerintah.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, mengatakan dengan dikabulkannya banding dari pemerintah maka kontrak Asmin yang seharusnya selesai 2039 tetap diterminasi.

Gugatan Asmin kepada Kementerian ESDM sebelumnya sempat dimenangkan PTUN. Namun melalui jalur hukum pemerintah mengajukan banding terhadap keputusan tersebut.

Asmin mengajukan gugatan ke PTUN putusan sela. Pada 5 April 2018 PTUN Jakarta memenangkan Asmin dalam putusannya mengabulkan gugatan Asmin dan membatalkan terminasi. Tapi Kementerian ESDM melakukan banding 8 April 2018 di PTUN Jakarta.

“Keputusannya sudah keluar pada 7 Agustus kemarin. Pada intinya menerima permohonan banding Kementerian ESDM dan membatalkan  keputusan PTUN Jakarta yang memenangkan Asmin,” papar Agung di Kementerian ESDM, Jumat malam (24/8).

Asmin Koalindo melalui induk usahanya dianggap  telah melakukan pelanggaran berat. Asmin telah menjadikan kontrak  Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebagai anggunan atau jaminan untuk mendapatkan kucuran dana dari lembaga pinjaman yakni Standard Chartered Bank pada tahun 2016. Pemutusan kontrak tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.3714 K/30/MEM/2017 bertanggal 19 Oktober 2017, tentang Pengakhiran Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Sri Raharjo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM menegaskan apa yang dilakukan induk usaha Asmin dengan mengagunkan kontrak merupakan pelanggan berat karena telah menjadikan aset negara sebagai jaminan. Ini yang tidak bisa ditolerir oleh pemerintah. Meskipun belakangan indusk usaha Asmin telah membatalkan perjanjian yang menjadikan kontrak PKP2B sebagai jaminan.

“Itu melanggar pasal 30 kontrak PKP2B makanya itu tidak boleh, kan itu barang negara,” ungkap Sri.

Pemerintah sendiri berencana akan melelang wilayah PKP2B yang sudah ditinggalkan Asmin nantinya karena memang potensi disana masih cukup baik.

Asmin tidak memproduksi batu bara biasa melainkan batu bara dengan kualitas tinggi atau coking coal yang harganya diatas batu bara biasa. Data pemerintah pada 2017, sebelum diterminaso produksi coking coal Asmin mencapai lebih dari 1 juta ton dengan harga hampir dua kali lipat batu bara biasa.

“Tahun 2017 itu sebesar 1,289 juta ton tapi harganya tinggi. ini biasanya untuk industri baja. dia ekspor semua jadi ga dimakan PLTU ekspor semua,” ungkap Sri.

Lebih lanjut Agung menegaskan keputusan terminasi serta dilanjutkan banding oleh pemerintah bukan karena ingin menghalangi investasi, namun hanya menjalankan regulasi karena ditemukannya pelanggaran berat.

“Intinya kami melaksanakan sesuai aturan, tidak main-main dengan aturan. Kalau mereka lakukan langkah hukum itu hak mereka,” tandas Agung.(RI)