JAKARTA – Badan usaha tidak lama lagi akan diberikan kesempatan untuk mematok harga gas untuk pelanggan rumah tangga maupun pelanggan kecil lebih tinggi dibanding harga yang sudah ditetapkan pemerintah selama ini. Nantinya harga gas itu akan diterapkan di jaringan gas (jargas) yang dibangun secara mandiri oleh badan usaha bukan yang didanai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Jugi Prajugio, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), mengungkapkan saat ini tengah digodog aturan BPH Migas yang memungkinkan bagi badan usaha untuk berinvestasi mandiri membangun infrastruktur jargas rumah tangga.

“Peraturan BPH Migas yang menyempurnakan peraturan BPH Migas 22/2011, dimana jargas dengan investasi mandiri akan dimungkinkan,” kata Jugi kepada Dunia Energi, Senin (1/2).

Menurut Jugi, aturan BPH Migas 22/2011 menyebutkan harga jargas untuk golongan RT2 atau maksimal dua RT1. Sementara harga RT1 sekitar Rp4.250/M3. Artinya harga RT2 maksimal Rp8.500/M3.

Berdasarkan kajian serta masukan dari badan usaha angka tersebut masih tidak ekonomis jika harus menggunakan investasi mandiri (investasi BU itu sendiri).

“Jadi nanti pasal yang menyebut maksimal dua kali harga RT1 akan dicabut atau diganti menjadi sesuai struktur harga jargas termasuk investasi mandiri. Bisa lebih dari Rp10.000/M3,” ungkap Jugi.

Pemerintah berencana tidak lagi menggunakan APBN untuk membangun jargas rumah tangga mulai 2022. Pada 2020 lalu realisasi pembangungn jargas tercatat sebanyak 135.286 sambungan (SR) di 23 kabupaten/kota dengan total sambungan sekarang ini sudah mencapai 673 ribu SR. Sementara tahun ini target dana APBN bisa membangun 120.776 SR sehingga total jargas tahun ini bisa mencapai 794 ribu SR.

Jugi menargetkan revisi aturan ini akan rampung pada dalam waktu dekat. Keterlibatan badan usaha dalam pembangunan jargas sangat penting sehingga target jargas hingga lebih 4 juta sambungan bisa tercapai. “Tidak lama lagi sudah ada aturannya, Februari ini,” kata Jugi.(RI)