rovicky-edit
Indonesia masih memiliki potensi sumberdaya migas sangat besar, namun cadangannya sedikit. Masih harus dieksplorasi dengan membutuhkan waktu, biaya yg mahal dan perlu usaha yang keras untuk menemukannya.
Jalan hidup seseorang tak selamanya dimulai dari kecintaan pada sesuatu . Bisa juga sebaliknya. Atau keduanya seperti yang dialami Rovicky Dwi Putrohari saat memulai perjalanan panjang karir profesionalnya sebagai seorang geolog. Dia memilih kuliah di jurusan Geologi karena sejak sekolah menengah, menyukai naik gunung, Hobi membaui alam , menurut Rovicky, bisa tersalurkan di jurusan tersebut yang memang kerap keluar masuk hutan dan gunung
“ Saya juga masuk Geologi karena paling sedikit matematikanya dibandingkan jurusan teknik yang lain, “ ujat laki-laki berusia 51 tahun ini. Entah mengapa, ia kurang begitu suka dengan pelajaran Matematika. “Saat S2 pun, saya sampai mengulang tiga kali, “ ujar Rovicky. Ia menamatkan program master di Jurusan Geo Fisika Universitas Indonesia pada 1998

Sejak kuliah, Rovicky terus memantapkan hatinya untuk menjadi geolog profesial. Lebih dari tiga puluh tahun, dia menyibak inchi demi inchi lapisan bumi. Berbagai jebakan migas sudah dia pelototi . Tak hanya di Indonesia, dia sudah menjelajahi seluruh kawasan Asean, Australia, Timur Tengah—biasa disebut Austral Asia, dan Afrika untuk mencari minyak. “Yang belum Amerika ” ujar laki-laki ramah ini.

Petualangannya sebagai seorang geolog dimulai saat bergabung dengan Hudbay Oil seusai menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Geologi UGM pada 1983. Hudbay kemudian berganti nama menjadi Lasmo dan akhirnya dibeli KOndur Petroleum. Delapan belas tahun kemudian , Rovicky mulai mencicipi tantangan bekerja di luar negri. “Tak ada pilihan lain karena saat itu di Indonesia tak ada pekerjaaan eksplorasi ,” ujarnya, Sampai 2003, dia menjual keahliannya di Brunei Darussalam pada perusahaan Shell. Kemudian, dia balik ke tanah air. Selama setahun bergabung dengan Total E& P Indonesia di Balikpapan

Setelah itu, pada 2004 bergabung dengan Murphy Oil Corp di Kualalumpur, Setahun kemudian, masih di negeri jiran Rovicky bergabung dengan Hess Oil and Gas Kualalumpur,

Baru pada 2010, dia kembali ke Jakarta. Bekerja untuk HESS Oil and Gas Jakarta. Baru-baru ini HESS memutuskan untuk mengakhir seluruh operasinya di Indonesia. Alasannya, ingin berkonsentrasi pada proyek-proyek unconventional gas yang lagi booming di Amerika.

Dengan perjalaan karir yang panjang dengan beragaram penugasan di dalam dan luar negri , tak salah jika ribuan geologi di tanah air mendapuknya sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).

Berkaca dari pengalaman dan pergaulannya selama puluhan tahun bekerja di dunia migas, Rovicky yakin kemampuan SDM Migas Indonesia, tak kalah oleh yang lainnya. “Di Malasya saja ada sekitar 400 geolog dan engineer dari Indonessia, Belum di Middle East, dan negara lainnya,” ujarnya. Suasana ini menjadi paradok. Di satu sisi, banyaknya yang bekerja di luar negri merupakan pengakuan terhadap kompetensi SDM. Di sisi lain kondisi menjadi alarm bahaya bagi perusahaan migas di Indonesia.

Dengan banyaknya yang bekerja di luar negri, Apakah bahayanya bagi industri migas tanah air ?

Sangat mungkin terjadi technical gap karena kekurangan SDM dengan experience 10 tahun sampai 20 tahun. Yang bekerja di luar negri rata-rata pada rentang pengalaman seperti itu,. Demandnya memang begitu. Mereka dianggap sudah matang dan sudah mampu mengerjakan proyek sendiri.

Dalam industri migas, orang dengan pengalaman 10-20 tahun boleh disebut usia emas. Di atas 20 tahun umumnya sudah bekerja di level manajerial. Yang 0-5 tahun periode belajar, 5-10 tahun mengarah kepada kehalian yang lebih spesial, apakah sebagai spesialis reservoar, spesialis geologi atau yang lainnya.

Kasihan dong perusahaan-perusahan yang sudah susah payah mendidik karyawannya dari nol?

Tak banyak perusahaan yang mempunyai program untuk fresh graduate. Umumnya perusahaan-perusahan besar masih mempertahankannya seperti Pertamina dengan program BPS (Bimbingan Profesi Sarjana). Ini sebenarnya bagus untuk industrinya, tapi terasa kurang adil bagi perusahaan karena karyawannya setelah jadi justru dibajak perusahaan lain. Perusahaan tak bisa menghalang-halangi. Yang harus dilakukan menawarkan oppurtunity sehingga karyawan tak tergiur tawaran bekerja di luar negri

Dari sisi psikologis orang-orang Indonesia senang jika bekerja sebagai ekspatriat. Ini sebenarnya yang harus diantisipasi. Perusahaan-perusahaan migas Indonesia harus mulai melebarkan sayapnya ke luar negeri untuk mengakomodasi kecenderungan ini. Medco dan Pertamina sudah berada di jalur yang benar dengan melakukan akuisisi blok-blok di luar negri
Penyebab utama mereka lebih memilih bekerja di luar ?

Kalau kita lihat 10 tahun terakhir penemuan jarang sekali sehingga pekerjaan tidak banyak. Kuncinya kalau ada pekerjaaan mereka akan balik, Bukan hanya orangnya tapi
Juga investasi. Sekarang ini boleh dibilang masa kritis. Karena Pemilu, Banyak yang menunggu

 

Kalau ada pekerjaan otomatis akan balik ?

Tidak otomatis juga . Remunerasi juga harus diperhitungkan . Tapi untuk Region, remunerasi yang ditawarkan perusahaan migas dalam negeri sudah cukup kompletitif. Dari sisi non teknis adalah kenyamanan. Ini yang masih harus diperbaiki. Sekarang ini, KL dan Brunei dianggap lebih nyaman dibandingkan bekerja di Jakarta.

 

Dari blok-blok yang dilelang, tak banyak investor yang berminat, Apakah ini menandakan Indonesia sudah tidak kondusif untuk investasi di sektor migas ?

Bukan peminatnya kurang. Investor masih menunggu konfigurasi hasil Pemilu seperti apa. Apakah termnya masih sama. Mereka juga menunggu kepastian revisi UU Migas. Sebetulnya, sekrang ini tak efektif kalau Pemerintgah melelang blok-blok baru. Sampai dua tahun ke depan lebih baik kalau Pemerintah melakukan evaluasi terhadap data-data eksplorasi , terutama yang menyangkut data regional. Eksplorasi itu butuh waktu, bisa sampai lima belas tahun baru diketahui hasilnya. Harus ada yang menanam biar anak cucu kelak yang menikmati sekarang.
Banyak yang mengeluh karena izin yang harus diurus terlalu banyak ?

Eksplorasi itu menyangkut timing. Izin sampai ratusan kalau bisa cepat selesai gak masalah. Di sini persoalannya, penyelesaian tak jelas. Kalau separyuh cycle ekplorasi dihabiskan untuk perizinan tentunya problem, waktu ekplorasinya tak cukup. Padahal waktunya hanya dibatasi 2 x 3 tahun

Badan Geologi melakukan ekplorasi yang intensif di wilayah Papua dan baru-baru ini mempublikasikan ke publik tentang kemungkinan adanya cadangan migas yang besar di wilayah tersebut ? Bagaimana Anda melihat hal tersebut?

Indonesia Wilayah Timur merupakan daerah yang “relatif’ belum terjamah dibandingkan Wilayah Barat. Melihat penemuan migas di wilayah Australia serta berlimpahnya migas di Papua Timur, sangat jelas mengindikasikan bahwa Wilayah Timur ini (termasuk Papua Barat) merupakan daerah yang memiliki potensi migas cukup besar.
Dengan demikian tidaklah keliru bila Badan Geologi menyatakan bahwa Wilayah Indonesia Timur masih menyimpan potensi migas yang cukup besar. Kegiatan eksplorasi yang “menjanjikan” penemuan besar secara logis ada di daerah ini.
Yang perlu diingat adalah kegiatan eksplorasi migas tidak dapat hanya dalam satu periode eksplorasi yang saat ini (2×3) tahun saja. Pengalaman selama ini rata-rata 2-4 kali periode eksplorasi (10-15 tahun) baru akan menemukan sebuah lapangan yang signifikan volumenya. Artinya kalau offshore Papua baru satu kali periode ini dan daerahnya dikembalikan ke negara, harus segera ditawarkan ulang setelah bertambahnya data-data baru, sumur baru maupun data seismik baru. “Exploration re-Cycle” merupakan salah satu strategi eksplorasi yang berkesinambungan wajib dijalankan supaya tidak kehilangan momentum dan gairah eksplorasi ini.

Setelah penemuan cadangan besar di Cepu untuk Onshore di Indonesia tak lagi ada penemuan lain. Apakah masih memungkinkan temuan-temuan besar di wilayah On Shore di Indonesia ?
Wilayah on shore sebetulnya belum jenuh. Di Sumatera, misalnya sumur-sumur ekplorasinya masih sangat jarang, sangat jauh jika dibandingkan dengan wilayah lain di luar negri yang sudah digarap habis-habisan dengan sumur-sumur eksplorasi yang sangat rapat.

Wilayah darat/onshore masih banyak menyimpan potensi migas terutama dengan jenis jebakan baru serta jebakan lebih dalam (deepening). Jenis jebakan baru misalnya jebakan stratigrafi yang relatif lebih rumit konfigurasi geometrinya. Dengan teknologi 3Dseismic resolusi tinggi, serta teknik geofisika yg moderen, memungkinkan untuk mengidentifikasi serta mengurai kerumitannya.

Kesuksesan mengejar potensi pada jebakan lebih dalam (deepening), salah satunya adalah penemuan Lapangan Cepu. Dimana diketemukan jebakan lain dibawah reservoir dari lapangan-lapangan tua yang sudah umum diketemukan sebelumnya. Konsekuensinya adalah, kegiatan eksplorasi ini memerlukan “biaya’ eksplorasi yang lebih mahal. Serta adanya permasalahan tumpang tindih penggunaan lahan dan tumpang tindih aturan menyulitkan kegiatan eksplorasi dengan metode diatas.
Bagaimana dengan Offshore ?

Wilayah Offshore selain memiliki, juga memiliki tantangan teknologi khususnya di laut dalam.. Indonesia masih memiliki potensi sumberdaya migas yang sangat besar, namun Indonesia memiliki sedikit cadangan migas. Artinya migas di Indonesia itu masih harus dieksplorasi dengan membutuhkan waktu, biaya yg mahal dan perlu usaha yang keras untuk menemukannya.
Apa yang harus dilakukan untuk menggairahkan eksplorasi migas di Indonesia ?

Selain tantangan teknologi dan tantangan alami (laut dalam serta reservoir lebih dalam), untuk menggairahkan kegiatan eksplorasi ini diperlukan usaha keras serta koordinasi untuk mengurangi tumpang tindih pemanfaatan lahan dan tumpang tindih kepentingan sektoral. Baik sektoral antar kementrian maupun sektoral antara kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dari sisi keprofesian ahli geologi, salah satu tantangan untuk menggairahkan eksplorasi adalah adanya keterbukaan data. Dengan kebijakan ketertutupan data saat ini, menyulitkan evaluasi regional yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak mampu “membeli” lisensi data. Juga ketertutupan data ini menjadikan kajian geologi selalu lokal dan mengesampingkan kondisi regional. Kajian regional sangat diperlukan dalam kegiatan kesplorasi sedangkan kajian lokal lebih banyak dipergunakan untuk pengembangan skala lapangan. Semakin banyak data yang terbuka akan semakin banyak potensi-potensi jebakan dan “play” baru yang akan berkembang. Tentunya ini akan menggairahkan kegiatan eksplorasi migas.
Box

Inspirasi Dongeng Geologi
Publik, terutama di jagat maya tak mengenalnya sebagai tukang insinyur pencari minyak. Laki-laki kelahiran Yogyakarta, 12 Maret 1963 ini lebih masyhur sebagai “tukang dongeng”. Rovicky Dwi Putohari mengampu blog “Dongeng Geologi” yang dibuatnya sejak 1998 lalu. Saat itu masih alakadarnya. Formatnya html yang hanya melulu berisi tulisan, tak bisa dipercantik gambar ataupun grafik .

Sejak itu, dia menulis nyaris tanpa jeda. Mengabarkan apa saja tentang geologi. Saat sedang di luar negri pun, ia tak absen. Saat mendongeng tsunami yang menghantam Aceh 2004 silam, dia sedang bekerja di Kuala Lumpur. Tulisan di blognya ketika itu menjadi referensi utama, diburu pengunjung yang ingin tahu lebih dalam tentang tsunami.

Rovicky lancar menulis karena sudah menyenanginya dari dulu. Semasa sekolah menengah dan kuliah, dia kerap mengirimkan tulisan ke berbagai surat khabar. “ Lebih banyak gak dimuatnya,” ujarnya ngakak. Tapi dari situlah, dia belajar menulis yang menarik untuk konsumsi puhblik. Kata Rovicky, editor surat khabar dulu masih rajin-mencorat-coret naskah yang tidak dimuat dan menunjukkan kekurangannnya dimana. Ketelatenan itu tak didapatnya sekarang, Kini sekedar pemberitahuan apakah naskah dimuat atau ditolak

Seperti laiknya pendongeng, Rovicky menulis dunia geologi dengan bahasa yang sederhana. Dia tahu persis seorang pendongeng harus mementingkan audiennya. Barangkali karena itulah “Dongeng Geologi “ menjadi popular. Sudah jutaan orang mengunjunginya. Blog ini selalu dijadikan rujukan informasi saat bencana terjadi. Hitnya langsung berada di atas. Saat Gunung Kelud meletus beberapa waktu lalu, blognya dikunjungi tak kurang dari 90.000 pengunjung

Rovicky menulis berbeda dengan yang tersaji di media massa, yang kerap menonjolkan dramatisasinya. Ia lebih menungkap mengapa sebuah bencana terjadi dan bagaimana menyikapinya.

Sakinnng seringnya bersinggungan dengan persoalan bencana, Rovicy tertarik menekuni pendidikan kebencanaan untuk S3, melenceng jauh dari pendidikan sebelumnya. Rovicky menamatkan pendidikan S1 di jurusan Geologi Universxitas Gadjah Mada pada 1983 dan S2 pada Jurusan geofisika ITB tahun 1998. Ia merasa pendidikan kebencanaan di Indonesia belum banyak dilirik. Yang ada masih tambal sulam, nyaris tanpa konsep. Ketika Tsunami selesai, bidang ini diajarkan di semua sekolah, tak peduli ada laut atau tidak. “Siswa SMA di Kalimantan dipaksa belajar tsunami. Padahal melihat laut saja belum pernah ,” ujar Rovicky. Seharusnya pendidikan kebencanaan disesuaikan dengan karakter khas masing-masing daerah.

Apakah Rovicky akan pensiun sebagai geolog? . “ Seorang geolog tak mengenal pensiun. Lagipula dari situ saya cari duitnya,” ujar Rovicky yang mengaku tak berniat me-monetisasi blognya meski peluangnya ada. “ Biar saja seperti sekarang. Cari duitnya saya dari migas saja,” ujar Rovicky. Ia dengan senang hati merelakan jika media massa mau memindahkan tulisan di blognya ke halaman cetak, tanpa kompensasi apapun.

Apakah erupsi beberapa gunung berapi yang terjadi belakangan berpengaruh pada kondisi geologis Indonesia, khususnya cadangan migas ? Apakah perlu adjustment terhadap data-data eksplorasi

Aktifitas tektonik serta aktivitas gunungapi tidak secara langsung memengaruhi kondisi dan tatanan geologi. Kondisi geologi Indonesia ini dibentuk dalam ribuan bahkan jutaan tahun. Sehingga terjadinya proses geologis (gempa dan gunungapi) tidak serta-merta merubah tatanan geologi didaerah itu. Struktur lapangan serta pengisian cadangan migas di dalam jebakan lapangan-lapangan migas diperkirakan terkumpul dalam periode waktu ribuan dan jutaan tahun. Kita tidak perlu risau adanya perubahan tatanan dalam skala lapangan, juga mungkin tidak signifikan perubahan cadangan migas yang sudah diketemukan.

Walaupun secara teoritis adanya getaran-getaran gempa ini dapat meningkatkan perolehan migas. Di Indonesia juga kebetulan lapangan-lapangan migasnya tidak berada pada daerah dengan tektonik aktif maupun patahan aktif ini sehingga dampaknya tidak signifikan.

Namun dengan adanya aktivitas tektonik serta aktivitas gunung api ini memberikan tambahan pemahaman kondisi geologi regional daerah itu. Misalnya, diketahuinya patahan-patahan aktif serta pergerakan lempengnya menjadikan ahli struktur geologi regional dan tektonik mudah mengetahui dan mengoreksi bila perlu dengan lebih baik. Pengetahuan inilah yang memberikan ilmu serta pemahaman baru dalam merekonstruksi ulang kondisi masa lampau saat terbentuk dan terkumpulnya migas didalam jebakan. (Sumber :Energia Pertamina EP )