JAKARTA – Manajemen PT Pertamina (Persero) tidak menampik adanya riak-riak gelombang penolakan terhadap perubahan besar-besaran struktur organisasi dan manajemen yang baru saja dilakukan oleh pemegang saham atau pemerintah terhadap Pertamina.

Koeshartanto, Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Pertamina, mengatakan transformasi sebenarnya bukan barang baru bagi seluruh elemen yang ada di Pertamina. Transformasi yang baru saja dilakukan menjadi yang terbesar yang pernah dilakukan perseroan.

Dia menyatakan akan terus menjalin komunikasi dengan para pekerja yang hingga kini masih diliputi rasa was-was akan masa depannya.

“Perubahan sesuatu menimbulkan ketidakpastian, tidak nyaman. Kami pastikan intensitas komunikasi dengan seluruh elemen terus dilakukan. Proses ini memakan waktu, perlu pemahaman,” kata Koeshartanto dalam sebuah acara yang digelar salah satu radio swasta Jakarta, Jumat (26/6).

Menurut Koes, apa yang sedang dilakukan oleh manajemen sekarang adalah untuk mencapai target Pertamina agar bisa ikut bersaing menjadi global player yang paling tidak memiliki modal. US$100 miliar. “Kami harus mendobelkan bisnis ini. Caranya tidak bisa dengan yang biasa, kalaupun sudah dirangkai agenda panjang sejak 2016, kami di pipeline untuk mewujudkan itu,” ujar dia.

Gejolak memang terjadi di beberapa anak perusahaan Pertamina yang memprotes skema atau konsep holding yang sekarang dianut hanya cara untuk memprivatisasi unit bisnis. Subholding dalam dua tahun mendatang dimungkinkan berubah menjadi entitas bisnis yang masing-masing bergerak mencari keuntungan. Ini juga yang sudah diamanatkan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Mugiyanto, Ketua Umum (Ketum) SP Mathilda Kalimantan, mengatakan anak perusahaan dibawah subholding nantinya harus memberikan dividen dan pajak ke pemerintah sesuai ketentuan yang diatur pemerintah. Anak perusahaan akan memperkuat permodalan dengan menjual saham perdana ke bursa. Hal itu akan berdampak ke status para pekerja.

“Meskipun ada aturan di PKB, tidak mungkin seluruh pekerja di Pertamina statusnya sebagai penugasan ke anak perusahaan. Sudah dipastikan pekerja akan diipaksa beralih menjadi pekerja organik dengan pemberian pesangon terlbh dulu,” ungkap Mugiyanto.

Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Balongan (SP-PBB) juga menentang pembentukan subholding karena dianggap langkah itu bisa mengancam kedaulatan energi, dimana Pertamina diamputasi melalui rancangan IPO setelah subholding dibentuk.

“Hak-hak dalam PKB (Perjanjian Kerja Bersama) yang sudah ditandatangani kedua belah pihak antara FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu) dan Pertamina dilanggar dan digugurkan secara sepihak,” kata Tri Wahyudi Ketua Umum SP-PBB.

Serikat Pekerja Pertamina EP (SPPEP) juga turut menyuarakan pendapatnya yang menolak rencana privatisasi subholding.

Tata Musthafa, Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina EP (SPPEP), menyatakan SPPEP mendukung langkah yang dilakukan Serikat Pekerja di lingkugan Pertamina dalam upaya menolak rencana sistematis privatisasi unit-unit bisnis Pertamina. Apalagi privatisasi tersebut dilakukan dengan pelepasan aset negara dengan pembentukan holding dan subholding serta pelepasan aset negara melalui skema IPO.

“Langah ini perlu dlakukan untuk menjaga kedaulatan energi negeri dan upaya penyelamatan Pertamina untuk kepentingan rakyat sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945,” ujar Tata.

Rencana restrukurisasi dengan pelepasan aset negara melalui skema IPO upstream subholding merupakan upaya privatisasi. Hal tersebut tidak tepat karena dapat berpotensi pada berkurangnya pemasukan negara dari sektor migas.

“Ditambah lagi, Petamina EP merupakan pengelola dan aset-aset operasional yang bersatus barang milik negara di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan negara Kementerian Keuangan,” ujar Tata.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, sebelumnya mengatakan setiap keputusan perubahan fundamental tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. Dia memastikan akan terus melakukan sosialisasi perubahan ini kepada seluruh pekerja Pertamina.

“Perubahan pasti membuat kita keluar dari zona kenyamanan. Saya melihat itu sesautu yang wajar. Diawal-awalnya ada penolakan. Tapi kita benerkan. Kita komunikasi seperti orang tua dan anak. Bahwa ini tidak ada kepentingan pribadi dan kelompok. Apalagi restrukturiasi turunan dari pemerintah,” jelas Nicke.(RI)