JAKARTA – PT Pertamina (Persero) sepanjang 2018 mencetak laba bersih US$ 2,53 miliar atau Rp 36 triliun. Raihan laba seiring dengan realisasi pendapatan yang tercatat meningkat sebesar 25% menjadi US$57,93 miliar.

Pahala N Mansury, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan salah satu kontribusi terbesar raihan laba Pertamina adalah kinerja di sektor hulu, khususnya dengan masuknya Blok Mahakam sebagai bagian dari Pertamina.

“Peningkatan penjualan dari sektor hulu pada 2018 yang lalu dan harga Indonesia Crude Price (ICP) naik signifikan. ICP itu US$ 67,4 per barel, naik dibandingkan Rencana Kerja Anggara Perusahaan (RKAP) maupun pencapaian. Itu yang paling signifikan, yang menyebabkan pendapatan meningkat,” kata Pahala dalam konferensi pers paparan kinerja Pertamina di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Jumat (31/5).

Realisasi rata-rata produksi migas pada tahun 2018 adalah sebesar 921,36 ribu barel ekuivalen per hari (BOEPD) meningkat 33% dari realisasi pada 2017 sebesar 693 ribu BOEPD.

Kemudian untuk sektor hilir peningkatan sampai dengan 2% ditambah dengan meningkatnya nilai subsidi BBM dari pemerintah dari sebelumnya Rp500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter.

Penjualan BBM sebesar 70 juta kilo liter (KL) meningkat dibanding 2017 sebesar 67 juta KL. Kemudian produk non BBM tidak ada peningkatan dibanding tahun sebelumnya yakni 16 juta KL. Penjualan gas naik dari 823.769 BBTU menjadi 1.222.632 BBTU dan transportasi gas menjadi 777 BSFC dari sebelumnya hanya 502 BSCF.

“Volume jumlah yang kami jual naik hingga 2%. Lalu ada peningkatan dari hilir, seperti kita ketahui meningkatnya harga ICP jadi bahan pokok produksi dan berbagai produksi dan BBM Pulic Service Obligation (PSO) dan subsidi meningkat. Subsidi juga meningkat dari Rp500 per liter menjadi Rp2.000 per liter. Itu juga memberikan pengaruh peningkatan penjualan dari buku 2018,” ungkap Pahala.

Tidak hanya itu, kinerja keuangan Pertamina sebenarnya banyak terdongkrak berkat adanya kompensasi dari pemerintah atas selisih harga penjualan BBM jenis penugasan atau premium antara harga di formula dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Adapun jumlah kompensasi dari selisih harga yang didapatkan Pertamina mencapai US$ 3,1 miliar.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 43 Tahun 2018 tentang perubahan atas Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sudah diatur dalam pasal 14 ayat 10 mengenai kemungkinan penggantian biaya oleh pemerintah.

“2018 kan tahun yang unik, ada aturan soal Peraturan Presiden No 43, apabila Pertamina menjual BBM yang sifatnya penugasan dan subsidi. Apabila harga jual eceran di bawah harga dasar, maka bisa ada pergantian. tapi itu karena kita menjual di bawah harga pokok produksi. Itu mensupport agar Pertamina bisa melakukan penugasan pemerintah. Kalau kami diberikan penugasan, dan menjual di bawah HPP. Itu perlu ada pergantian,” kata Pahala.(RI)