JAKARTA – Jelang masuk secara penuh ke Blok Mahakam pada 1 Januari 2018,  PT Pertamina (Persero) memberikan lampu hijau kepada PT Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation mengambil alih 39% hak partisipasi.

Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina,  mengatakan perhitungan valuasi aset sudah selesai dilakukan,  baik oleh Pertamina maupun Total dan Inpex. Selanjutnya tinggal mencocokan nilai tersebut.

Total, lanjut Gigih menawar untuk mengakuisisi 39% hak partisipasi. Untuk itu perhitungan yang dilakukan Pertamina juga berdasarkan permintaan Total.

“Kami masing-masing antara Total dan Inpex sudah punya perhitungan. Kami juga punya perhitungan nanti tinggal dibicarakan bersama. Minggu depan ketemu lagi working team bahas lagi untuk mencocokan angka” kata Gigih saat ditemui di Gedung DPR, Senin (4/12).

Gigih menolak membeberkan nilai aset yang menjadi patokan Pertamina jika Total masuk di Blok Mahakam.

Pembahasan share down hak partisipasi Blok Mahakam sudah dilakukan beberapa kali. Dalam pembahasan tersebut dibicarakan terkait mekanisme teknis masuknya Total dan Inpex.

“Pembahasan sudah beberapa minggu lalu pembahasan singkat, soal sharedown 39% bagaimana, lalu mekansime untuk valuasi,” kata dia.

Menurut Gigih, meskipun sudah mencapai kesepakatan secara business to business,  keputusan akhir tetap berada ditangan pemerintah. Pasalnya,  sampai saat ini surat ketetapan menteri hanya mengamanatkan Pertamina boleh melepas saham di Mahakam maksimal sebesar 30%.

“Tergantung pemerintah, kalau cocok B to B, kami tunggu pemerintah. Untuk masuk kan harus ada revisi itu (surat),” ungkap Gigih.

Dia mengklaim langkah Pertamina sudah mendapatkan restu dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), sehingga sambil menunggu surat dari Menteri ESDM,  perhitungan dilakukan agar proses tidak memakan waktu lebih lama.

“Belum ada memang (suratnya),  tapi ini kan berdasarkan permintaan Total mereka sudah sampaikan dan sudah difasilitasi SKK Migas dalam berbagai pertemuan juga. Jadi kita coba exercise 39%,” kata dia.

Tutuka Ariadji, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan harus ada kepastian dalam pengelolaan Blok Mahakam. Pasalnya,  perencanaan dan eksekusi perusahaan minyak dan gas memerlukan waktu yang lebih lama dari perusahaan pada umumnya.

“Selalu ada risiko yang tidak kecil, apapun keputusan yg diambil. Namun tidak mengambil keputusan dalam waktu yang sangat pendek ini bisa berakibat lebih buruk dari sisi manajerial,” kata Tutuka.

Apalagi Blok Mahakam sudah mature (tua), kecuali beberapa lapangan yang baru dan akan dikembangkan seperti Sisi Nubi dan South Mahakam.

Menurut Tutuka,  yang harus digarisbawahi adalah Research and Development, termasuk pemodelan reservoir yang unik sekali karena selama ini dilakukan tenaga kerja asing, menggunakan piranti lunak sendiri dan sebagian besar dilakukan di pusat riset Total di Perancis.

“Lapangan-lapangan di Blok Mahakam berupa seperti lensa-lensa, tidak menerus sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda dalam manajemen reservoir pada umumnya,” papar dia.

Tutuka masih meyakini kemampuan Pertamina dalam mengelola blok Mahakam dengam catatan perlu ada peningkatam dari sisi manajemen yamg perlu ditingkatkan menjadi benar-benar World Class Oil & Gas company. Tidak hanya dari internal, tapi juga dari eksternal Pertamina.

“Kalau sekiranya orang-orang Indonesia dan bahkan juga beberapa orang asing yang biasa bekerja mengelola Blok Mahakam tetap diperkerjakan dengan sistem yang baik atau lebih baik maka seharusnya tidak menjadi masalah,” tandas Tutuka.

Pertamina sendiri melalui anak usahanya yang mengelola blok Mahakam,  yakni PT Pertamina Hulu Indonesia memastikan dalam pengelolaan blok di Mahakam tidak ada perubahan para pekerja. Dari 1.919 total karyawan Total di Blok Mahakam, sebanyak 1.885 karyawan sudah menyatakan bergabung ke Pertamina.(RI)