JAKARTA –  Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2018  menegaskan proyeksi produksi siap jual (lifting) minyak terus menurun sejak 2015. Jika pada 2016, lifting minyak Indonesia dipatok 825 barel per hari (bph), pada APBNP 2017 turun menjadi 815 ribu bph dan pada RAPBNP 2018 hanya dipatok  800 ribu bph.

“Situasi ini  memberikan gambaran tidak adanya terobosan terhadap peningkatan produksi dan kelemahan dalam melakukan diversifikasi energi secara nasional,” kata Rofi Munawar, Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS kepada Dunia Energi, Kamis (24/8).

Rofi mengatakan kondisi ini menandakan pesimistis pemerintah dalam hal diversifikasi energi nasional.

Perkembangan diversifikasi energi  tidak banyak berubah. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) konfigurasi bauran energi (enery mix) yang masih didominasi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 33,8%, gas 23,9%,  batu bara 34,6%.

“Dan 7,7% berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT),” tugas dia.

Menurut Rofi, pemerintah belum serius dalam mengembangkan alternatif energi yang ramah lingkungan dan berorientasi jangka panjang (sustainable).

Pemerintah diingatkan akan kemungkinan peningkatan beban pemerintah pada tahun depan karena subsidi energi yang semakin besar di pada 2018 sebesar Rp 172,4 triliun.  Padahal angka subsidi tahun sebelumnya hanya sebesar Rp 107,8 triliun.

“Kenaikan subsidi energi harus diorientasikan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik dan mampu mendorong produktifitas nasional, bukan sekedar program populis yang tidak memberikan dampak yang besar kepada perbaikan konsumsi publik,” tandas Rofi.(RI)