JAKARTA – Para pelaku usaha bersama pemerintah harus bersinergi dalam perencanaan pembangunan industri yang notabene membutuhkan pembangkit listrik utamanya yang berbahan gas bumi. Hal tersebut harus dilakukan untuk bisa mengatasi masalah keterbatasan infrastruktur penyaluran gas yang sumbernya berada di wilayah remote atau jauh dari pusat industri.

“Jadi ke depan memang harus ada penataan sentra-sentra kegiatan industri jadi kalau bisa mendekati sumber daya alamnya,” kata M.I. Zikrullah Wakil, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Zikrullah, rencana kebijakan tersebut dilakukan agar memudahkan para pengembang pembangkit berbahan gas yang selama ini mengeluhkan kepastian pasokan gas. “Makanya ada aturan baru pembangkit wellhead sehingga memudahkan IPP,” tukasnya.

Kondisi keterbatasan pasokan gas yang kerap dikeluhkan PT PLN (Persero) dan produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) untuk pembangkit harus dilihat secara luas penyebabnya karena kondisi alam dan sumber gas juga menjadi faktor sulitnya mendapatkan gas. Karena yang terjadi sekarang jumlah penemuan hanya sekitar 1-2 BCF dengan produksi antara 10-20 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk 2-3 tahun . Sementara untuk mendapatkan cadangan besar lokasinya jauh dari wilayah pembangunan.

“Kalau ditanya ada tidak sumber gas, ada. Tapi jauh-jauh misalnya di Sulteng dan Kaltara. Hanya memang kalau untuk kebutuhan di Jawa, Sumatera terbatas,” kata Zikrullah.
Saat ini sumber gas di Indonesia terbilang masih mumpuni dan sanggup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun yang menjadi kendala adalah ketersediaan infrastruktur yang terbatas.
Meskipun penggunaan gas didorong agar tidak menggunakan pipa yang jumlahnya terbatas dalam, untuk menggunakan gas alam cair (liquified natural gas/LNG) juga diperlukan proses regasifikasi yang di Indonesia baru memiliki fasilitas tersebut, yakni di Arun, Benoa dan Bontang.
“Ini ada ratusan IPP yang belum terjangkau LNG. Jadi memang tidak dapat diandalkan dari gas pipa. Yang mampu diserap PLN hanya 1 BCF, padahal masih ada sumber gasnya,” kata Zikrullah.
Keterbatasan sumber gas harus jadi tantangan yang harus dihadapi dan salah satu cara paling ampuh adalah dengan transfromasi menggunakan LNG sekaligus mempersiapkan infrastruktur untuk regasifikasi dan transportasi.
Hal itu menjadi keharusan karena konsumsi gas dalam negeri kedepan akan terus meningkat. Saat ini jumlah volume gas yang diproduksikan sekitar 7 BCF dan 54 persen untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut Zikrullah, adapun sisanya diekspor hanya untuk melaksanakan komitmen kontrak gas yang sudah lama ditandatangani dan tidak ada kontrak baru. “Contoh PLN mengambil 75 persen gas dari Tangguh. Jadi kemampuan dan daya serap dalam negeri meningkat dan kami akan prioritaskan itu,” tandas dia.(RI)