JAKARTA – Pemerintah daerah (pemda) diminta terus meningkatkan dukungan untuk menyelesaikan proyek pembangunan pembangkit yang mangkrak. Proses perizinan dan pengadaan selama ini menjadi salah satu tantangan utama dalam proyek pembangunan pembangkit listrik.

Amir Rosidin, Direktur Bisnis Regional Sumatera PT PLN (Persero), menyatakan setelah adanya temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait terhambatnya pembangunan beberapa proyek pembangkit listrik, pemda langsung merespon positif dengan melakukan percepatan berbagai proses perizinan.

“Misalnya di Bengkulu, gubernur turun langsung dalam penyelesaian transmisi yang ada. Jaraknya 100 km, semua tanah bebas. Sebanyak 35 titik tower kami dibantu gubernur. Ini juga terjadi di daerah lain, seperti Bangka, Anyer ke Kelapa Koba berjarak 100 km selesai akhir tahun ini,” papar Amir di Jakarta, Selasa (23/11).

Menurut Amir, tidak hanya memberikan jaminan percepatan proses perizinan, pemda juga turut serta dalam memastikan kualitas pengerjaan proyek dengan terjun langsung ke lapangan melakukan berbagai pengecekan dan inspeksi.

“Mereka bentuk tim terdiri dari pemda kabupaten dan aparat setempat mereka road show jaringan transmisi di cek satu-satu. Ini tingkatkan awareness,” kata dia.

Keterlambatan pembangunan berbagai proyek pembangkit memang tidak serta merta disebabkan lambatnya progress dari pihak kontraktor namun juga panjangnya proses perizinan dan pengadaan lahan.

Salah satu contoh nyata semrawutnya perizinan tanah untuk lokasi pembangunan proyek adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarakan berkapasitas 2×7 MW.

Djoko Rahardjo Abumanan, Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN, mengungkapkan perusahaan terpaksa menghentikan proyek PLTU Tarakan karena adanya permasalahan tumpang tindih kepemilikan tanah yang tidak kunjung usai selama beberapa tahun.

“PLTU Tarakan kita stop karena tanah yang tidak putus sampai hari ini, tumpang tindih pemilikannya,” kata dia.

Dia mengatakan PLN telah mempersiapkan mekanisme lain untuk bisa mengalirkan listrik ke masyarakat di Kalimantan Utara, yakni dengan alternatif pembangkit berbahan gas atau mengalirkan listrik dengan perantara kabel laut. Pasalnya, jika membangun PLTU justru menimbulkan kesulitan lain.

“Kami ganti dengan yang lebih proven gas atau kabel laut. Kaltara kita sedang bangun kabel laut. Kami revisi kondisi karena tanah,” tandas dia.

Menurut I Made Suprateka, Kepala Komunikasi PLN, dari 11 proyek pemangkit yang diputus kontraknya oleh PLN, sebagian masih belum memulai tahapan konstruksi.

“Dari 11 proyek itu, lima di antaranya masih berupa pengurusan lahan,” kata dia.

Made menambahkan mangkraknya 34 proyek pembangkit tidak akan mempengaruhi proyek dan target elektrifikasi PLN karena seluruh proyek berkapasitas kecil dan berlokasi di daerah remote. PLN saat ini tetap fokus terhadap progress program 35 ribu MW.

“Jangan berpedoman kepada yang 34 ini, sementara kita punya program 35.000 MW dengan kapasitas yang besar-besar,” tandas Made.(RI)