JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN dan PT Pertamina (Persero) segera membentuk konsorsium untuk membangun infrastruktur gas guna memenuhi kebutuhan pembangkit-pembangkit listrik di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.

Jobi Triananda Hasjim, Direktur Utama PGN, mengatakan tahapan lelang sudah masuk tahap akhir. Awalnya PGN dan Pertamina menjadi peserta tender yang digelar PT PLN (Persero), berhubung peserta hanya tinggal PGN dan Pertamina maka sesuai arahan pemerintah dibentuklah konsorsium agar menjadi lebih efisien dan maksimal kinerjanya.

Nantinya kedua perusahaan atau konsorsium yang terbentuk akan menyediakan fasilitas berupa kapal-kapal kecil pengangkut gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) sekaligus fasilitas regasifikasi untuk memasok kebutuhan pembangkit listrik yang kapasitasnya juga tidak terlalu besar.

“Yang pasti kapal pengangkut LNG, itu harus disiapkan, terutama yang small scale sama medium scale. Selain itu, ada fasilitas regasifikasi,” kata Jobi saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (29/9).

Menurut Jobi, tidak hanya pembangkit listrik, nantinya gas yang dipasok juga bisa digunakan untuk membangun jaringan gas (jargas) untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Dengan adanya supply dan ketersediaan gas maka industri akan tumbuh dengan sendirinya di suatu wilayah nantinya masyarakat di wilayah tersebut juga akan mendapatkan bonus terbangunnya jargas.

Selama ini kebutuhan gas di wilayah Indonesia tengah harus dipenuhi dari sumber-sumber gas yang berada di Indonesia Timur, ini ditempuh karena keterbatasan infrastruktur.

“Kalau industri ada gasnya, mereka mau bangun pabrik di sana. Pasti industrinya butuh listrik. Jadi diharapkan dengan begitu demand-nya naik, sehingga kita bantu PLN, di mana tidak hanya pembangkitnya saja yang akan dipenuhi oleh gas, tapi sektor lain juga dipenuhi. Kalau dipenuhi, pasti butuh listrik,” kata Jobi.

Dia menambahkan untuk tahap awal penyediaan kapal pengangkut akan dilakukan dengan melakukan pembelian dan ditambah dengan menggunakan kapal existing. Hal itu dilakukan karena perusahaan masih hati-hati dalam menyikapi fluktuasi harga LNG. Bahkan nantinya perusahaan bisa saja menggandeng pihak swasta dalam penyediaan kapal karena harus diakui tidak sedikit dana yang harus disiapkan.

“Karena kalau investasi di kapal juga tidak murah. Kita ingin melihat tren-nya bagaimana. Tren LNG price seperti apa, banyak faktor. Kita harus lihat apakah ada investor swasta yang bisa kita gandeng juga untuk membangun kapal-kapal itu,” ungkap Jobi.

Menurut Jobi, kemampuan PGN juga terbatas karena itu menggandeng pihak swasta merupakan salah satu langkah yang ditempuh agar pembangunan infrastruktur gas lebih massif. PGN nantinya bisa fokus untuk mengerjakan proyek-proyek besar yang tidak dilirik oleh investor seperti membangun pipa panjang namun return atau pengembalian investasinya lama.

“BUMN yang mengerjakan apa yang swasta tidak bisa lakukan. swasta kan maunya quick win, ada demand-nya, pasang, besok dapat revenue,” papar dia.

Menurut Jobi, kerja sama pembangunan infrastruktur gas merupakan wujud nyata dari sinergi BUMN energi yang diinginkan oleh pemerintah. Karena itu adanya konsorsium bisa dilihat manfaat dari bergabungnya PGN ke dalam Pertamina, sehingga pembentukan BUMN energi bisa segera diimplementasikan.

“Kan kita (PGN-Pertamina) mau jadi BUMN energi. Presiden maunya begitu. Menteri maunya begitu. Kita tunjukin kita bisa. Tanya dong kapan BUMN energinya dibentuk?, Kita mau secepatnya supaya kita bisa menyatukan kedua kekuatan ini untuk membangun infrastruktur di negara ini, tidak hanya untuk di Jawa,” tandas Jobi.(RI)