JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memutuskan mengevaluasi rencana investasi 2018 yang dialokasikan hingga US$5,6 miliar. Hal ini seiring beban, terutama dari sisi finansial yang membengkak. Rencana investasi yang dikaji ulang berasal di sektor hilir.

“Pokoknya turun 20%. Jadi sekitar US$3,9 miliar sampai US$4 miliar,” kata Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina saat ditemui Dunia Energi di Gedung DPR, Selasa (17/7).

Pertamina pada tahun ini menganggarkan investasi sebesar US$5,6 miliar, sebagian besar dialokasikan untuk investasi di sektor hulu sebesar US$ 3,324 miliar. Sisanya  dialokasikan untuk sektor hilir.

Gigih mengungkapkan sektor hilir menjadi pilihan untuk dikaji rencana investasinya karena tidak ingin menganggu target produksi migas Pertamina. Apalagi Pertamina harus berinvestasi lantaran baru menerima beberapa blok migas habis kontrak (terminasi).

“Hulu tidak kami kurangi, karena kan harus mempertahankan produksi,” tukasnya.

Beberapa infrastruktur hilir yang dikaji ulang, misalnya rencana proyek infrastruktur di wilayah Indonesia Timur. Manajemen akan kembeli melihat proyeksi kebutuhan energi di sana.

“Tangki dan sebagainya. Banyak di Indonesia Timur karena demand-nya juga harus kami lihat lagi,” ungkap Gigih.

Gigih menampik jika perubahan strategi investasi akibat berbagai penugasan yang diberikan pemerintah. Perubahan strategi investasi untuk semester kedua, kata dia, lebih disebabkan perubahan asumsi makro seperti harga minyak dunia dan pergerakan nilai tujar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Menurut Gigih, strategi yang dilakukan  manejemen bukan berarti membatalkan proyek-proyek yang sudah berjalan, namun hanya menjadwal ulang target penyelesaian proyek tersebut.

“Bukan dikurangi (investasinya). Memang proyeknya ada yang lambat juga, jadi kami reschedule,” tandas Gigih.(RI)